Anis Matta Sebut Isu Kebangkitan Komunis Berkaitan dengan Hegemoni China
Jakarta (SI Online) – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menilai ketakutan akan kebangkitan komunisme di Indonesia ternyata tidak berhubungan dengan ideologi komunis.
“Tetapi, berhubungan dengan isu lain yang lebih bersifat politik, yaitu hegemoni geopolitik China,” kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk ‘NKRI dan Ancaman Komunisme Dalam Dinamika Geopolitik, Membedah Survei Median September 2021 yang disiarkan secara live streaming di kanal YouTube Gelora TV, Rabu (6/10/2021).
Sebelumnya, Lembaga Survei Media Survei Nasional (Median) dalam rilisnya pada Kamis (30/9/2021) lalu, mengungkapkan, bahwa 46,4 persen responden di Indonesia masih percaya soal isu kebangkitan komunisme atau Partai Komunis Indonesia (PKI).
Menurut Anis Matta, hegemoni China sebenarnya berdampak biasa dan natural saja. Sebab, dalam 30 tahun terakhir, China secara aktif melakukan kampanye dan ekspansi, sehingga memungkinkan persepsi itu terbentuk.
“Kalau kita melihat bahwa 46,4% dari populasi kita, percaya tentang isu ini di tengah situasi krisis global. Itu menunjukkan bahwa persepsi publik sekarang dipengaruhi oleh banyak sekali operasi politik dan media,” katanya.
Operasi tersebut, kata Anis Matta, dijalankan oleh kekuatan-kekuatan global yang tengah bertarung saat ini.
“Ini berbarengan atau bersamaan, ketika Amerika secara resmi men-declare China sebagai musuh mereka. Artinya opini publik kita sekarang ini dibentuk oleh bagian dari operasi geopolitik,” katanya.
Namun, Anis Matta menilai ketakutan dan kecemasan publik berdasarkan hasil survei sejak 2017 hingga 2021, yang angkanya terus mengalami peningkatan terhadap hegemoni China, sebenarnya adalah hal yang positif.
Jika hal itu dipandang sebagai bagian dari survival instinct (naluri bertahan hidup) seperti takut digigit ular dengan menghindar. Sehingga bisa menjadi pintu masuk untuk mengubah survival instinct publik ini menjadi energi kebangkitan di tengah konflik global sekarang.
“Supaya kita tidak lagi menjadi bangsa yang lemah, menjadi korban, menjadi collateral damage ketika ada kekuatan global yang sedang bertarung dan menjadikan wilayah kita yang seharusnya berdaulat, justru menjadi medan tempur mereka,” tandasnya.