Apa yang Terjadi di Balik Kriminalisasi dan Pembubaran ACT?
Masyarakat di Indonesia banyak yang kaget. Kenapa tiba-tiba lembaga kemanusiaan Islam, Aksi Cepat Tanggap (ACT) tiba-tiba dicabut izinnya, alias dibubarkan. Mengapa berita dari Majalah Tempo, 4 Juli 2022, tiba-tiba disambut dengan tindakan yang cepat dari pihak kepolisian dan Kementerian Sosial.
Bila ditilik dari sudut pandang manajemen organisasi, maka tindakan kriminalisasi dan pembubaran ACT ini seperti sebuah skenario. Seperti ada sutradaranya. Kapan ACT harus diopinikan buruk pada masyarakat, kapan kepolisian bergerak, kapan PPATK memberi sanksi dan kapan kementerian sosial mengambil tindakan.
Tindakan pemerintah mencabut izin pengumpulan uang dan barang ACT, serta membekukan 300 rekening ACT kita melihat adalah tindakan yang gegabah. Tanpa proses pengadilan atau klarifikasi kepada ACT pemerintah telah melakukan tindakan yang tidak adil, zalim dan sepihak.
Kriminalisasi terhadap pimpinan ACT, juga seperti dicari-cari. Dalam keterangannya kemarin (25/7) Bareskrim Polri menyatakan bahwa Yayasan ACT menggunakan donasi dari Boeing yang tidak sesuai dengan peruntukan senilai Rp 34 miliar. Dari jumlah dana yang tak sesuai peruntukkan tersebut, sebanyak Rp10 miliar digunakan untuk koperasi Syariah 212.
Menurut Bareskrim, program yang sudah dibuat ACT dari dana CSR Boeing tersebut, kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya. “Perlu kami sampaikan, apa saja yang digunakan tidak sesuai peruntukannya, di antaranya adalah adanya pengadaan armada truk kurang lebih Rp10 miliar, kemudian untuk program big food bus kurang lebih Rp2,8 miliar, kemudian pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya kurang lebih Rp8,7 miliar. Untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar, kemudian untuk dana talangan CV CUN Rp3 miliar, selanjutnya kemudian dana talangan untuk PT MBGS Rp7,8 miliar sehingga total semuanya Rp34.573.069.200,” kata Kombes Helfi. Selain itu, Bareskrim juga menemukan dana yang diselewengkan untuk menggaji pengurus ACT. Untuk hal itu, Bareskrim sedang melakukan rekapitulasi.
Dari keterangan Bareskrim ini sebenarnya semua yang dikerjakan ACT transparan. Tidak ada yang dikorup untuk kepentingan pribadi atau kemewahan pribadi. Bila nanti ada yang digunakan untuk penggajian pengurus, maka itu harus dihitung melewati 12,5 persen atau tidak totalnya, sesuai dengan ketentuan amil zakat dalam Islam.
Seperti diketahui pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial telah mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022. “Kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial,” kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi (6/7/2022).
Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.
Tim Hukum Aksi Cepat Tanggap (ACT) menilai keputusan pencabutan izin pengumpulan uang dan barang yang dilakukan oleh Kemensos terlalu reaktif. Pasalnya, berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI No 8/2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang (PUB) pasal 27 telah dijelaskan adanya proses yang harus dilakukansecara bertahap.
“Melalui Pasal 27 itu disebutkan sanksi administrasi bagi penyelenggara PUB yang memiliki izin melalui tiga tahapan. Pertama, teguran secara tertulis, kedua penangguhan izin, dan ketiga baru pencabutan izin. Hingga kini kami masih belum menerima teguran tertulis tersebut,” ungkap Tim Legal Yayasan ACT, Andri Tri Kurniawan, dalam keterangannya, Rabu (06/07/2022).