Apa yang Terjadi di Balik Kriminalisasi dan Pembubaran ACT?
Presiden ACT, Ibnu Khajar juga mengaku kaget. Ia dan timnya pada Selasa (5/7) pagi telah memenuhi panggilan dari Kemensos. Dalam proses tersebut, ia mengaku, semuanya telah dijelaskan secara rinci. Bahkan dari hasil pertemuan tersebut, ia mengatakan, adanya rencana kedatangan tim Kemensos untuk melakukan pengawasan maksimal pada Kamis (07/07/2022). “Artinya kami telah menunjukkan sikap kooperatif. Kami juga sudah menyiapkan apa saja yang diminta oleh pihak Kemensos, terkait dengan pengelolaan keuangan,” ujarnya.
Pemerintah lewat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga telah melakukan pemblokiran 300 rekening lembaga yang terkait dengan ACT.
Heboh mengenai ACT ini bermula dari laporan utama majalah Tempo edisi Senin 4 Juli 2022 yang mengambil tema Kantong Bocor Dana Umat. Lembaga filantropi ini diduga Tempo telahmelakukan penyelewengan dana umat. Pendiri dan pengelolanya diduga memakai donasi masyarakat untuk kepentingan pribadi. Gaji pimpinannya yang sangat besar, juga menjadi sorotan masyarakat.
Tapi, berita majalah Tempo itu sebenarnya telah dibantah oleh Presiden ACT yang baru, Ibnu Khajar. Menurut Ibnu, sejak kepemimpinannya ia telah mengubah struktur penggajian pimpinan ACT. Gaji tertinggi ACT kini hanyalah sekitar 100 juta bukan 250 juta sebagaimana dulu. Selain itu kepemimpinan ACT juga dilakukan secara kolektif dan ada Dewan Pengawas.
Tindakan PPATK memblokir 300 rekening ACT dan Kemensos mencabut izin ACT bisa dikatakan adalah tindakan yang gegabah dan sembrono. Pemerintah harusnya dalam mengambil tindakan lebih berhati-hati dan berdasarkan hukum yang berlaku. Pihak ACT harusnya sebelum dikenai sanksi (dibubarkan atau dicabut izinnya), diklarifikasi terlebih dahulu atau diajukan ke meja pengadilan.
ACT didirikan resmi pada 21 April 2005. Kini karyawan ACT semua berjumlah 1500 orang. ACT rutin membagikan laporan keuangan sejak 2005. Berdasarkan Laporan Tahunan ACT 2020 disebutkan bahwa selama 2020, ada sebanyak 281.000 aksi penyelamatan dan pembangunan kehidupan bangsa yang telah menjangkau 8,7 juta jiwa. Sebanyak 1,6 juta orang telah menikmati makanan bergizi. Sebanyak 41.000 orang telah meraih cita-cita melalui pendidikan layak. Selain itu, ACT telah menyelamatkan 466.000 orang dari dampak bencana. Ada 1,4 juta orang telah menerima bantuan kemanusiaan global. Ada 400.000 jiwa telah mendapatkan pelayanan kesehatan. Sampai 2020, yang menerima bantuan sebanyak 4.753.000 orang. ACT juga menyatakan bahwa telah membantu 40.000 orang dari keterpurukan ekonomi.
Melihat peran serta ACT dalam membantu pemerintah mengatasi kemiskinan dan musibah di Indonesia, maka pemerintah seharusnya mengucapkan terima kasih pada ACT. Kelemahan dan penyimpangan yangdilakukan ACT harusnya diklarifikasi dan ditegur, bukan kemudian dikriminalkan dan dicabut izinnya sehingga ACT tidak bisa beroperasi.
Bila ACT bubar, maka nasib 1500 karyawan akan ‘nganggur’. Selain itu cara-cara pemerintah menangani lembaga kemanusiaan ini tidak mendidik dan zalim. Bila pemerintah melakukan tindakan yang tegas kepada ACT, kenapa pemerintah tidak melakukan penelusuran dan tindakan yang tegas pula terhadap lembaga-lembaga yang mengumpulkan uang masyarakat yang lain. Seperti gereja, mini market, dan lembaga-lembaga kemanusiaan yang lain.
Maka jangan heran kini muncul gerakan anti Islamofobia yang dimotori oleh tokoh-tokoh dan aktivis Islam. Tindakan pemerintah membubarkan dengan cepat dan mengkriminalkan pimpinan ACT dianggap sebagai salahsatu tindakan Islamofobia. Disini jelas-jelas pemerintah bersikap zalim dan tidak adil. Harusnya sebuah organisasi dibubarkan atau dicabut izinnya setelah lewat pengadilan, bukan dengan ‘tekanan dari media massa’ atau opini sepihak pemerintah atau kepolisian. Dan dalam sistem hukum kita, biasanya bila sebuah oknum organisasi melakukan tindakan kriminal, maka oknum itu yang dihukum, bukan organisasinya yang dibubarkan. Seperti tokoh-tokoh Golkar dan PDIP banyak yang korup, pemerintah lewat Kemenkumham, tidak pernah mencabut izin operasi partainya.
Banyak masyarakat yang bertanya, ada apa pemerintah (dan polisi) kok dengan cepat membubarkan ACT dan mengkriminalkan pimpinannya. Ada yang menduga bahwa ACT ini salah satu lembaga kemanusiaan Islam yang terbesar di Indonesia. Ia mempunyai jaringan nasional dan internasional yang luas. Kelompok Islamofobia di pemerintahan, takut lembaga ini akan memainkan peranan lebih besar lagi di masa depan baik dalam bidang ekonomi dan politik dalam negeri serta solidaritas dunia Islam.
Tokoh-tokoh dan aktivis Islam masih sabar melihat perlakuan zalim pemerintah ini. Tapi tunggu saatnya. Sebagai umat Islam kita yakin bahwa tindakan zalim itu akan menimbulkan kesengsaraan bagi pelakunya sendiri, baik dunia maupun akhirat.
“Kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu. Karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab. Sungguh Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (QS al Fajr 10-14).
Nuim Hidayat, Dosen Akademi Dakwah Indonesia Depok.