Aroma Liberalisasi Kampus di Balik Permen PPKS
Kampus semestinya menjadi benteng bagi sekularisme dan liberalisme yang menjadi biang kerusakan generasi bangsa. Bukan malah menjadi fasilitator bagi kebijakan yang menyokong dan menyempurnakan liberalisasi seksual yang membelenggu generasi muda dari berbagai arah.
Kampus sejatinya adalah kawah candradimuka bagi calon pemimpin masa depan. Dari kampus semestinya lahir generasi cerdas lagi takwa, pelopor perubahan dan kebaikan. Selain itu, kampus juga merupakan tempat mencetak generasi masa depan. Baik buruknya proses pendidikan di kampus, mencerminkan baik buruknya masyarakat di masa mendatang. Alhasil, tidak semestinya kebijakan yang mengandung pemikiran dan nilai-nilai liberal diterapkan di kampus.
Peran kampus sebagai pusat peradaban masyarakat, semestinya ditujukan untuk melahirkan sumber daya manusia yang memiliki kepribadian takwa dan mulia. Manusia-manusia yang menebar kebaikan dan manfaat di tengah umat. Mata air ilmu yang menggerakan umat manusia ke arah perubahan hakiki.
Jika kampus gagal melahirkan generasi yang berbudi luhur nan mulia serta berkualitas, niscaya berdampak buruk pada proses pengaderan pemimpin masa depan bangsa yang menjadi harapan umat. Selain itu, derasnya arus liberalisasi di lingkungan kampus juga menciptakan racun dan segunung problematika bagi masyarakat. Inilah buah dari sistem sekuler-liberal yang menjadi ruh berbagai kebijakan yang membelenggu negeri ini.
Tujuan pendidikan sejatinya untuk melahirkan generasi yang bertakwa, berakhlak mulia, dan cerdas. Lalu, bagaimana jadinya jika peran kampus justru bergeser ke arah liberalisasi yang merusak generasi? Alhasil, menjadi pilihan baik lagi bijak jika Permen PPKS ini dibatalkan. Sebab tidak hanya berpotensi merusak generasi, tetapi juga bertentangan dengan tujuan hakiki pendidikan.
Peraturan yang lahir dari sistem sekuler-liberal jelas tidak akan pernah mampu menuntaskan kasus kekerasaan seksual. Sebaliknya, justru sistem inilah yang menjadi biang kerok maraknya kasus kekerasaan seksual yang menimpa anak dan perempuan. Alhasil, masyarakat membutuhkan sistem alternatif nan solutif, yang mampu menuntaskan persoalan hingga ke akarnya. Sistem ini tidak lain adalah Islam.
Akidah Islam merupakan akidah yang benar, yang mana di atasnya memancar seperangkat aturan yang paripurna, yang mampu memecahkan segala problematika kehidupan manusia. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, bagaimana keagungan peradaban Islam yang sukses melahirkan manusia-manusia cerdas lagi berkepribadian mulia. Para cendekiawan yang memiliki dedikasi tinggi terhadap kemaslahatan seluruh umat manusia.
Dalam naungan Islam, kampus-kampus dibangun sebagai pusat peradaban, gudangnya prestasi dan ilmu pengetahuan. Luar biasanya, hal ini belum pernah diwujudkan oleh peradaban mana pun. Tidak heran, jika hari ini dunia berhutang banyak kepada Islam dan umatnya, sebab warisan peradaban yang ditinggalkannya.
Kegemilangan ini dapat kembali diraih, jika Islam diterapkan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Dalam naungan Islam, tujuan pendidikan untuk mencetak khairu ummah akan tercapai. Kampus pun kembali berfungsi sebagai pusat ilmu dan riset teknologi.
Sistem pendidikan yang bersendi syarak juga akan melahirkan generasi takwa, yang mempersembahkan keilmuannya semata-mata untuk menggapai rida-Nya. Bukan menjadi hamba dunia yang terbelenggu kepentingan korporasi hanya demi gengsi dan materi.