As-Sunnah sebagai Sumber Hukum Kedua Setelah Al-Qur’an
Sunnah Nabi dan Al-Qur’an bagaikan dua pasang gunting dalam pandangan Islam. Keduanya sumber yang selalu saling melengkapi satu sama lain, dan pada kenyataannya, mereka cenderung bertindak seperti kembar identik karena ikatan yang kuat dan karena hubungan mereka yang solid.
Lebih jauh lagi, Sunnah terkadang dapat memberikan rincian istilah-istilah umum yang digunakan oleh Al-Qur’an, dan mampu memberikan penjelasan yang mendalam terhadap beberapa umum yang tidak jelas dan makna yang samar-samar dari beberapa ayat Al-Qur’an.
Oleh karena itu, Sunnah Nabi adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dalam catatan yang paling serius, ada beberapa keputusan dan beberapa masalah yang tidak dapat ditemukan dalam Al-Qur’an, tetapi solusi dari masalah-masalah tersebut hanya dapat direalisasikan dalam Sunnah Nabawiyah dan dalam perbuatan-perbuatan nabi Muhammad Saw.
Oleh karena itu, penerapan penerapan Sunnah Nabi sebagai sumber hukum kedua dalam Islam sangat penting bagi setiap Muslim, dan pengingkaran terhadap keabsahan Sunnah dapat dianggap sebagai kafir.
Sunnah Nabi dan Al-Qur’an ibarat dua sisi mata gunting yang saling melengkapi dalam Islam (Ashimi, 2023). Keduanya bekerja selaras sebagai sumber hukum utama, dengan Sunnah seringkali memberikan penjelasan rinci dan memperjelas makna-makna umum yang mungkin samar dalam Al-Qur’an.
Karena itu, Sunnah menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, mengisi kekosongan pada beberapa persoalan yang tidak tercakup langsung dalam Al-Qur’an, namun solusinya ada dalam tindakan dan ajaran Nabi Muhammad Saw.
Pengakuan terhadap peran Sunnah sebagai sumber hukum kedua sangat penting bagi Muslim, dan menolak keabsahannya dianggap sebagai pengingkaran iman.
1. Sunnah sebagai Wahyu yang Berasal dari Allah
Secara harfiah, Sunnah berarti jalan, cara, metode dan perilaku. Secara teknis, Sunnah merujuk pada perilaku, perkataan, tindakan, dan ketetapan Nabi Muhammad Saw yang diwariskan dari generasi ke generasi hingga saat ini (Sali et al., 2020).
Sunnah juga bisa disebut hadis yang terbagi menjadi dua jenis: hadis Qudsi dan hadis Nabawi. Hadis Qudsi adalah hadis yang maknanya berasal dari Allah, sementara lafaznya disampaikan oleh Rasulullah Saw. Sedangkan hadis Nabawi adalah hadis yang makna dan lafaznya sepenuhnya berasal dari Rasulullah Saw (Shiddieqy & Hasbi, 1991).
Wahyu adalah petunjuk atau pemberitahuan yang diterima dengan cepat dan samar oleh Nabi atau Rasul, yang meyakini bahwa apa yang diterimanya benar-benar datang dari Allah SWT. Wahyu diterima secara cepat karena tidak melalui proses belajar atau penyelidikan terlebih dahulu.
Sedangkan, wahyu itu juga datang secara samar, tersembunyi, dan tidak dapat disaksikan secara jelas oleh orang lain. Pemberitahuan ghaib, rahasia, dan cepat inilah yang diterima oleh semua Nabi dan Rasul.
Allah SWT berfirman:
وَمَا یَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰۤ٣ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡیࣱ یُوحَىٰ ٤
“Dan tidaklah ia (Muhammad) berbicara dari hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” (QS. An-Najm: 3-4)
Ayat ini menegaskan bahwa perkataan Nabi Saw, terutama yang berkaitan dengan agama, bukanlah pendapat pribadi, tetapi merupakan wahyu yang diberikan oleh Allah SWT.
Meskipun Al-Qur’an adalah wahyu utama, Sunnah juga merupakan bentuk wahyu yang diberikan melalui inspirasi atau tuntunan langsung dari Allah. Oleh karena itu, Sunnah memiliki otoritas yang sah dalam menjelaskan dan melengkapi hukum-hukum Al-Qur’an.