Astagfirullah, Kelakuan Remaja Bikin Mengelus Dada
Miris! Itulah kata yang mewakili terkait remaja yang tega menghabisi nyawa temannya. Sebagaimana Enam siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Lampung Barat, Lampung, ditangkap polisi karena menghabisi nyawa teman sekelasnya berinsial AP (13). Peristiwa ini terjadi di Pekon (desa) Sumber Alam, Kecamatan Air Hitam, Lampung Barat pada Januari 2022 lalu.
Enam pelajar yang ditangkap polisi pada pekan lalu yakni RA (13), DP (14), DM (15), RC (13), R (13), dan TJ (13) alias ST. Kapolsek Sumber Jaya Komisaris Polisi (Kompol) Ery Hafri mengatakan, kasus ini terungkap usai jasad AP ditemukan di Sungai Way Kabul, Kecamatan Way Tenong pada Rabu (26/1/2022) pagi.
Polisi melakukan penyelidikan hingga keenam pelajar yang masih duduk di kelas 2 SMP itu ditangkap pada pekan lalu. Ery pun mengatakan bahwa semua pelaku masih di bawah umur, rekan satu sekolah dengan korban. Para pelaku sudah mengakui telah mengeroyok korban hingga meninggal dunia (Kompas.com, 08/08/2022).
Fakta miris yang dilakukan para remaja tersebut mengambarkan bagaimana kondisi remaja saat ini yang kian “sakit”. Hal tersebut tentu hanya secuil fakta terkait bobroknya kelakuan generasi muda yang kelakuannya bikin mengelus dada. Bahkan sebelumnya pun sempat viral pemberitaan yang mana seorang bocah sekolah dasar (SD) di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, meninggal dunia usai menjadi korban perundungan teman-temannya. Korban dipaksa menyetubuhi kucing oleh teman-temannya.
Hal tersebut tentu bukan tanpa sebab, mengingat banyak faktor yang menyebabkan mengapa rasa belas kasih dan terkikisnya rasa perikemanusian di kalangan remaja. Di antara faktor tesebut, yakni: Pertama, lingkungan keluarga. Minimnya penanaman edukasi, seperti nilai-nilai agama dan moral yang dilakukan orang tua. Terlebih jika orang tua lebih disibukkan oleh pekerjaan mereka. Sehingga tak sedikit anak minim dalam mendapatkan didikan dan perhatian yang seharusnya mereka dapatkan di masa-masa tersebut.
Kedua, media. Media yang ada saat ini, baik cetak maupun online telah begitu mudah diakses, tayangannya pun beragam. Dari yang bernilai positif hingga yang negatif bahkan yang dapat merusak generasi bangsa pun tersedia. Tayangan-tayangan yang sering disaksikan tentunya tak sedikit dapat menjadi tuntunan, bahkan menginspirasi untuk melakukan suatu tindakan, baik yang sifatnya baik atau buruk sekalipun.
Ketiga, lingkungan masyarakat. Sesungguhnya lingkungan masyarakat tak kalah penting dalam membantu menopang perilaku anak agar menjadi individu yang baik. Karena jika di tengah-tengah masyarakat tak ada lagi budaya saling mengingatkan dalam kebaikan dan adanya sifat tak acuh, maka tidak menutup kemungkinan akan bertambah parahlah generasi muda penerus bangsa.
Jadi, jika ketiga hal di atas kurang terkontrol dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan generasi muda akan semakin bobroknya kelakuan mereka di kemudain hari. Terlebih adanya kebebasan yang kebablasan dan telah jauh dari norma-norma yang berlaku di masyarakat, apalagi norma agama. Sehingga banyak anak menjadi menjadi korban, bahkan pelaku kriminal.
Dari persoalan di atas, tentu perlu tindakan untuk meminimalisir bahkan membabat tuntas masalah generasi muda yang tambah rusak. Karena itu sangat penting peran lingkungan keluarga dalam mendidik anak agar menjadi manusia yang memiliki budi pekerti yang luhur dan tak hanya cerdas secara sains dan teknolgi, tapi juga spiritualnya. Karena orang tua, terlebih ibu merupakan sekolah utama dan pertama bagi anak-anaknya.
Selain itu, adanya budaya amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat pun penting untuk membantu menopang nilai-nilai agama dan moral yang telah diperoleh di lingkungan keluarga.
Ditambah lagi peran negara pun tak kalah penting dalam berpartisipasi dan mendukung terciptanya generasi bangsa yang tak hanya cerdas, tetapi juga berakhlakul karimah. Dalam hal ini seperti memperbanyak tayangan atau tontonan yang memiliki nilai edukasi dan menutup berbagai hal yang dapat memicu timbulnya amoral hingga kriminal.
Oleh karena itu, tidak mudah mewujudkan generasi yang memiliki budi pekerti yang luhur, jika masih minim adanya sinergi antara peran keluarga, masyarakat dan negara. Karena sesungguhya, untuk dapat menciptakan generasi yang tak hanya cerdas secara sains dan teknologi, tapi juga spiritual butuh kerja sama antara ketiga pilar tersebut. Harapannya agar generasi yang akan datang dapat menjadi tonggak peradaban yang cemerlang. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Fitri Suryani, Penulis Lepas.