Badai Melanda Parpol
Partai Demokrat (PD) sedang dilanda badai. Terancam mengalami dualisme setelah beberapa kader dan mantan kader mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara. Hasil KLB itu mengangkat Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan, sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (PD) periode 2021-2025 (tempo.co, 07/03/2021).
Sebelumnya, Kongres V Partai Demokrat telah memilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum PD. Ia terpilih secara aklamasi setelah mendapat dukungan 93 persen suara dari DPD maupun DPC (kompas.com, 14/03/2020).
Pasca KLB, sejumlah ketua DPD dan DPC bersuara. Mereka mengaku ada yang membujuk dan menjanjikan sejumlah uang agar ikut KLB. Tak main-main, jumlahnya puluhan hingga ratusan juta.
Di sisi lain, kubu KLB diisi oleh para senior dan pendiri Partai Demokrat. Ada Hencky Luntungan, Jhoni Allen Marbun, Marzuki Alie, dan Max Sopacua. Mengutip dari Kumparan.com (27/02/2021), para pendiri PD terdorong melaksanakan KLB karena ingin menyelesaikan masalah internal partai. Ketidakmampuan AHY sebagai ketua dianggap sebagai pemicu timbulnya masalah internal.
Apa yang terjadi pada Partai Demokrat sebenarnya terjadi pula pada partai yang lain. Dulu ada PDI kubu Soerjadi dan Megawati. Bahkan menimbulkan kerusuhan Kudatuli pada tahun 1996. Ada pula yang keluar dan membentuk partai yang baru. Seperti Anis Matta dan Fahri Hamzah yang keluar dari PKS dan membentuk Parta Gelora. Surya Paloh keluar dari Golkar dan membentuk Nasdem. Hary Tanoe membuat Perindo setelah gagal maju di pilpres 2014 bersama Hanura.
Demikianlah keniscayaan partai politik di alam demokrasi. Rapuh dan mudah dipecah belah serta rawan konflik.
Ada empat asas yang membangun suatu organisasi atau partai. Empat asas ini menjadi penentu solid tidaknya parpol. Pertama, pemikiran partai. Pemikiran inilah yang menjadi tujuan serta asas untuk menyatukan masyarakat dengan partai.
Hari ini, banyak parpol yang berdiri di atas pemikiran yang kabur, tidak jelas, bahkan salah. Tujuannya tak tampak dalam gerak parpol. Yang tebaca di masyarakat hanya upaya meraih kedudukan dan jabatan dengan memenangkan kontestasi pemilu.
Kedua, metode parpol. Tentang bagaimana langkah dan strategi parpol menjalankan aktivitasnya. Akibat asas pemikiran yang kabur, maka tak jelas pula aktivitasnya. Seperti yang disebutkan di atas, tak nampak keberpengaruhan parpol di masyaraka, selain menyambangi konstituen jelang pemilu. Atau membawa sembako saat terjadi bencana alam. Selebihnya, ketika duduk di kursi dewan, justru membuat UU yang tak berpihak pada rakyat.
Ketiga, anggota partai. Tersebab pemikiran dan metode yang kabur dan tak jelas, dapat dipastikan para anggota partai tak memiliki kesadaran yang kuat. Kesadaran tentang posisinya di parpol.
Mereka hanya orang-orang yang bermodal semangat dan berbekal keinginan tentang perubahan. Wajar, jika di tengah jalan ditemui ketidaksinkronan parpol dengan keinginannya, ia pun keluar dari partai. Lebih parah lagi, ia malah menggembosi parpol.