Bahasa Arab-Melayu: Bahasa Islam dan Bahasa Pemersatu Nusantara
Sebelumnya, bahasa Arab dahulu juga hanya membahas tentang kemegahan duniawi, perempuan, peperangan dan aspek dzahir lainnya. Lihatlah ketika Abu Jahal menjadi tolok ukur kemuliaan adalah harta, kedudukan dan keturunan! Kemudian setelah datangnya wahyu, makna atau tolak ukur karam (kemuliaan) berubah menjadi ketaqwaan.
Perubahan inilah yang juga disebut sebagai berubahnya cara pandang masyarakat saat itu. Seperti halnya pandangan masyarakat jahiliyyah tentang Allah. Bagi mereka Allah itu Tuhan, tapi tidak Esa. Namun setelah Islam datang cara pendang itupun diubah dengan adanya wahyu yang menyatakan “qul huwallaahu ahad”.
Maka dengan adanya wahyu ini bahasa Arab berubah menjadi bahasa universal, rasional, saintifik yang mana semua itu berkenaan dengan takwa, keadilan, kebenaran, tamadun, insan dan sebagainya.
Perihal tentang bahasa secara umum dapat kita renungkan melalui sebuah syair, yakni Gurindam 12 karya Raja Ali Haji. Disebutkan di dalamnya: “Jika hendak mengenal suatu bangsa, lihatlah pada budi dan bahasa”. Dari bait syair di atas tampak bahwa bahasa menjadi satu tanda atau identitas suatu bangsa.
Prof Syed Muhammad Naquib al-Attas pun turut memberikan perhatian besar pada bahasa. Sebagaimana yang tertera dalam karyanya “Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu”, bahwa ketika ingin memandang satu peradaban, jangan lihat pada bangunan fisik semata. Akan tetapi lebih adil jika dilihat dari pada insannya yang berakal.
Adapun baik buruknya insan tersebut, maka tengoklah pada bahasanya. Hal itu dikarenakan ketika seseorang berbicara ataupun menulis, akan tampaklah apa yang ada di pikirannya dan berdampak pada apa yang dikerjakannya.
Hal ini juga terjadi pada tatanan bahasa Melayu. Prof SMN Al Attas juga menjelaskan bahwa dalam sejarah Melayu, orang yang berakal tercermin pada bahasanya, yakni bahasa Melayu. Tahun 1400 M bahasa Melayu berkembang dan menjadi bahasa pemersatu umat Islam. Bahasa inipun juga banyak mengubah sejarah, baik dalam perihal muamalah, kedudukan manusia, tujuan hidup manusia, dan lainnya.
Adapun perubahan atau penyatuan antara bahasa Arab dengan Melayu dibantu oleh ilmu tajwid, karena berkaitan dengan makhorijul huruf. Dengan demikian, kosa kata disesusaikan dengan bahasa Melayu dan sebaliknya. Seperti halnya kata hikmah, adil, adab, ilmu, alim dan taqwa, yang mana akan sangat kurang maknanya jika tidak dipadukan dengan bahasa Arab.
Oleh karena itu, bahasa Melayu yang dulu hanya sebatas bahasa dagang, ketika Islam datang berubah menjadi bahasa intelektual. Begitu pun dalam proses Islamisasi yang mana bahasa ini menjadi sarana untuk menyampaikan dakwah. Dengan begitu, dengan adanya wahyu dalam bahasa Arab, menjadikan bahasa Melayu memiliki nilai yang tinggi.
Inilah yang kita harapkan untuk masyarakat, khususnya para pelajar dan santri agar sadar akan pentingnya bahasa bangsa kita. Bahkan dalam catatan sejarah, bahasa ini menjadi satu hal yang penting dalam perkembangan Islam itu sendiri. Sebagaimana kata prof SMN al-Attas, bahwa suatu tamaddun tercermin dari insan yang baik bahasanya.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang peranan penting bahasa Arab Melayu silahkan hadir dalam seminar dan pelatihan bahasa Arab Melayu tanggal 19 Februari 2023 di Insists, yang merupakan kerjasama antara Akademi Jawi Malaysia dan Pesantren At-Taqwa Depok. []
Alima Pia Rasyida, Santriwati Pesantren at-Taqwa Depok.