Begini Awal Mula Pembukuan Hadits
Di kala sahabat-sahabat selalu menyertai Rasulullah Saw, mereka mendengar ucapan-ucapan beliau, menyaksikan perbuatan dan hal ihwal beliau. Bila mereka menemui kesulitan mengenai suatu ayat, atau bersilisih paham dalam penafsirannya, atau dalam masalah suatu hukum, untuk menjelaskannya mereka kembali kepada hadits-hadits.
Mula pertama kaum muslimin cukup dengan mengandalkan hafalan serta kecerdikan. Tapi setelah Islam berkembang dan para sahabat terpencar kebeberapa daerah, dan ada di antara mereka yang telah wafat, maka mereka merasa-tergugah untuk membukukan hadits. Pencatatan dimulai sejak masa sahabat.
Suatu riwayat dari Abu Hurairah, berkata: “Tak seorang sahabat Nabi Saw yang lebih banyak haditsnya daripada aku, kecuali Abdullah bin Umar, ia menulis dan aku tidak menulis.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, ia berkata: “Semula aku menulis seluruh apa yang aku dengar dari Rasulullah Saw, untuk saya hafalkan, dan orang-orang Qurays berkata: ‘Kau menulis segala sesuatu yang kau dengar dari Rasulullah, sedang Rasulullah adalah manusia, yang berbicara dalam keadaan marah dan tenang’ kemudian aku hentikan mencatat itu. Ketika aku sampaikan hal tersebut kepada Rasulullah, beliau memasukkan jari ke dalam mulutnya dan berkata ‘Tulislah demi Allah, tak ada yang keluar daripadanya, kecuali benar (hak)’.”
Dan menurut dari riwayat Rafi bin Kharij, berkata: “Kami berkata: ya Rasulullah, kami mendengar dari engkau berbagai macam hal, apakah perlu kami tulis? Beliau berkata: “Tulislah tidak mengapa.”
Tapi para sahabat yang menulis tidak seberapa banyak. Para sahabat menaruh perhatian yang besar untuk mengetahui hadits. Mereka tidak mengambil hadits, kecuali sudah dipastikan, berasal dari Rasul, mereka sangat berhati-hati dalam meriwayatkannya.
Al-Hafizh Adz-Dzahabi teluh meriwayatkan dalam “Tadzkiratul Huffazh”, ia berkata: Ibn Syihab meriwayatkan dari Qubaishah bin Dzuaib: aku tidak menemukan (hukum) bagianmu dalam Al-Qur’an. Dan aku belum pernah mendengar Rasulullah menyebut tentang bagian kamu. Kemudian ia menanyakan beberapa orang sahabat, maka berdirilah Al-Mughirah dan berkata: “Rasulullah memberi nenek seperenam.” Kemudian ia berkata: “Apakah kamu punya seorang saksi bersamamu?” Maka Muhammad bin Maslamah bersedia menjadi saksinya. Kemudian Abu Bakar ra melaksanakan pemutusan itu baginya.
Hisyam meriwayatkan dari Ibnul Mughirah bin Syu’bah bahwa Umar meminta pendapat mereka mengenai pengguguran kandungan. Dijawab oleh Al Mughirah bahwa Rasulullah pernah memutuskan masalah ini dengan (hukum pembebasan) hamba sahaya laki-laki atau hamba sahaya wanita atau (dengan denda) seratus kambing. Berkata Umar: “Kalau engkau memang benar, maka pasti ada seorang yang mengetahuinya.” Lalu Muhammad bin Maslamah lah yang menjadi saksi, bahwa Rasulullah pernah memutuskan demikian.
Pernah pula dikatakan bahwa Umar berkata pada Ubay, yang menyampaikan suatu hadits: Sungguh kamu harus mampu membuktikan atas perkataanmu kepadaku. Ketika ia keluar ia menemui orang-orang Anshar, maka ia menyebutkan pada mereka. Mereka menjawab: Kam telah mendengar hal ini dari Rasulullah. Umar berkata saya bukan menuduhmu, tapi saya ingin mencari yang tepat.
Sepeninggalan Utsman r.a. muncul berbagai fitnah dan lahir partai-partai politik, pemalsuan hadits mulai dilakukan untuk menyokong golongan masing-masing di saat mereka tidak menemukan hadits dari Rasul Saw. Setelah fitnah itu mereda, kaum Muslim mulai menyelidiki hadits-hadits untuk mengetahui yang benar dan yang bohong.