INDUSTRI HALAL

Begini Titik Kritis Baki MBG Menurut Pakar Kemasan Pangan IPB

Jakarta (SI Online) – Dugaan penggunaan lemak babi dalam proses produksi baki (tray) stainless steel impor untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyeruak.

Persoalan ini menyentuh titik kritis kehalalan tray atau baki yang setiap hari bersentuhan langsung dengan makanan anak-anak sekolah, seperti dugaan penggunaan lard oil (minyak babi). Produk tersebut belum memiliki Sertifikat Halal BPJPH.

Pakar kemasan pangan sekaligus Guru Besar IPB University, Nugraha Edhi Suyatma, menegaskan, isu ini perlu ditanggapi dengan serius dan menyeluruh.

“Isu ini tidak hanya menyangkut aspek kehalalan, tetapi juga menyangkut keamanan pangan atau thayyib, yang merupakan dua hal tak terpisahkan dalam konsep halalan thayyiban,” ungkap Nugraha yang juga Auditor Halal LPPOM itu.

Titik Kritis Kehalalan Stainless Steel Tray

Proses pembuatan stainless steel tray pada dasarnya terdiri dari beberapa tahap penting. Pertama, dilakukan penyiapan bahan lembaran baja stainless. Setelah itu, bahan dipotong dan dibentuk (stamping atau pressing) sesuai ukuran. Jika dibutuhkan, tray melalui proses pengelasan atau penyambungan.

Tahap berikutnya adalah penghalusan permukaan (polishing) sehingga rata, mengkilap, dan mudah dibersihkan. Pada tahap akhir, dilakukan perlakuan dengan bahan kimia atau acid pickling/passivation untuk menghilangkan oksida, residu, serta membentuk lapisan pelindung kromium oksida.

Baca juga: Ramai Dugaan Lemak Babi di Baki MBG, Direktur LPPOM: Wajib Halal Kemasan Jadi Alarm Serius

Namun, titik kritis dari aspek halal muncul pada proses stamping dan forming. Menurut Prof. Nugraha, penggunaan pelumas atau cutting oil pada tahap ini sangat penting untuk mengurangi gesekan dan mencegah kerusakan permukaan.

“Pada industri modern, digunakan pelumas berbasis mineral oil atau sintetis yang aman dan tersertifikasi food-grade. Namun, pada industri kecil, untuk memperoleh biaya produksi lebih murah dapat digunakan pelumas berbasis lemak hewani, termasuk lard oil. Penggunaan bahan ini, meskipun mungkin ada tahap pembersihan di tahap akhir, tetap saja menimbulkan keraguan dari aspek kehalalan,” ujarnya.

Pentingnya Faktor Thayyib

Selain pelumas, kualitas stainless steel yang digunakan juga tidak kalah penting. Stainless steel (baja tahan karat) mutu 304 atau 316 dikategorikan food grade karena tahan karat dan stabil ketika bersentuhan dengan makanan, termasuk makanan yang bersifat asam. Namun, stainless steel tipe 201 yang lebih murah sering kali dipilih sebagai alternatif. Menurut Nugraha, penggunaan stainless steel 201 berisiko menimbulkan masalah kesehatan.

“Stainless steel 201 lebih murah, tetapi rentan korosi, apalagi bila bersentuhan dengan bahan asam seperti saus tomat, cuka, atau buah-buahan. Korosi ini dapat memicu pelepasan logam berat seperti mangan, nikel, atau kromium ke dalam makanan. Jika kadarnya berlebih, logam tersebut dapat menimbulkan risiko kesehatan, seperti gangguan saraf, hati, ginjal, hingga sistem pernapasan. Oleh karena itu, pemilihan stainless steel grade tinggi yang benar-benar food grade merupakan hal yang tidak bisa ditawar,” tegasnya.

Dari perspektif halalan thayyiban, halal dan thayyib adalah dua aspek yang saling melengkapi. Dari sisi sertifikasi halal, proses produksi harus menghindari penggunaan bahan najis, termasuk pada tahap pelumasan. Dari sisi thayyib, pemilihan material stainless steel food grade menjadi penting agar baki tetap aman digunakan berulang kali, tidak mudah berkarat, dan tidak bereaksi dengan makanan asam.

Nugraha menekankan bahwa produk kemasan pangan seperti tray yang digunakan secara massal di sekolah, jasa katering, restoran, maupun fasilitas publik lainnya wajib memenuhi kedua aspek ini.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button