Belajar dan Mendatangi Tukang Sihir
Jumhur ulama berpendapat belajar atau mengajarkan ilmu sihir adalah haram. Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 101-103 telah mencela dan menjelaskan bahwa sihir itu kufur. Oleh karena itu Islam memerangi sihir dan tukang sihir.
Mengenai orang yang mempelajari sihir, Al-Qur’an mengatakan:
“Mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada mereka dan tidak memberi manfaat.” (QS. Al Baqarah: 102)
Rasulullah Saw menganggap sihir sebagai salah satu dosa besar yang merusak dan membinasakan bangsa sebelum terkena pada diri seseorang, dan akan mencelakakan pelakunya di dunia sebelum di akhirat nanti. Sabda Nabi Saw:
“Jauhilah tujuh perkara yang merusak.” Mereka bertanya, “Apa sajakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “(1) Menyekutukan Allah. (2) Sihir. (3) Membunuh seseorang yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar (menurut syari’at). (4) Makan riba. (5) Makan harta anak yatim. (6) Lari dari medan perang, dan (7) Menuduh berzina terhadap wanita yang baik-baik, terpelihara, dan beriman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagian fuqaha menganggap sihir sebagai suatu kekafiran atau membawa kepada kekufuran. Sebagian mereka berpendapat bahwa tukang sihir wajib dibunuh demi membersihkan (menyelamatkan) masyarakat dari kejahatannya.
Al-Qur’an mengajarkan kepada kita agar memohon perlindungan kepada Allah dari keahatan tukang-tukang sihir: “Dan (aku berlindung) dari kejahatan tukang-tukang (sihir yang) meniup simpul.” (QS. Al Falaq: 4)
Meniup simpul salah satu cara dan ciri yang ditempuh oleh para tukang sihir. Dalam suatu hadits, Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa meniup simpul, maka sesunguhnya ia telah menyihir. Dan barang siapa yang menyihir, maka sesungguhnya ia telah berbuat syirik.” (HR Ath-Thabrani)
Sebagaimana Islam mengharamkan orang Muslim pergi ke dukun untuk menanyakan perkara ghaib atau perkara-perkara rahasia (tersembunyi), maka Islam juga mengharamkan orang Muslim melakukan perbuatan sihir atau pergi ke tukang sihir untuk mengobati penyakit yang menimpanya atau untuk memecahkan problem yang dihadapinya. Orang yang menempuh cara-cara seperti ini tidak diakui oleh Nabi Saw sebagai golongannya. Beliau bersabda,
“Bukan dari golongan kami orang yang melakukan tathayyur (merasa akan mendapat sial karena sesuatu) atau orang yang minta di-tathayyurkan (ditebak kesialannya karena sesuatu), atau orang yang menenung (meramal perkara ghaib) atau minta ditenung, atau menyihir atau minta disihirkan.” (HR Al Bazaar)
Ibnu Mas’ud berkata: “Barang siapa datang kepada tukang ramal atau tukang sihir atau tukang tenung, lalu menanyakan sesuatu kepadanya dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kufur kepada wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.” (HR Al Bazaar)
Rasulullah Saw bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka minum khamr, tidak pula orang yang mempercayai sihir, dan tidak pula orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan.” (HR Ibnu Hibban)
Keharamannya disini tidak terbatas hanya pada tukang sihirnya saja, tetapi meliputi semua orang yang mempercayai sihir, yang mendorongnya, dan yang membenarkan apa yang dikatakan tukang sihir dan tukang ramal itu.
Lebih berat keharaman dan kejahatannya apabila sihir itu digunakan untuk tujuan-tujuan yang haram, seperti memisahkan antara suami-istri, menyakiti badan, dan lain-lainnya yang sudah terkenal di kalangan tukang sihir. Wallahu a’lam bissawab.