Belanja Berlebihan Jelang Idulfitri
Menjelang Idulfitri, pusat pertokoan di berbagai kota besar dipenuhi oleh masyarakat yang ingin merayakan hari suci ini. Mereka tetap berusaha menyambut hari kemenangan setelah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh.
Perayaan Idulfitri biasanya diwarnai dengan berbagai barang baru mulai dari makanan, pakaian sampai dengan peralatan rumah tangga baru.
Dari sisi ekonomi makro hal ini dianggap sebagai hal yang positif karena peningkatan konsumsi rumah tangga berarti meningkatkan permintaan agregat. Permintaan agregat yang direspon oleh peningkatan kapasitas produksi berarti aktivitas ekonomi juga mengalami peningkatan.
Momentum ini ditangkap oleh para produsen dan pemasar dengan tepat. Berbagai produk baru diluncurkan dengan tema menyambut Idulfitri. Pemasar menggunakan berbagai strategi mulai dari iklan yang bertubi-tubi sampai dengan pemberian potongan harga besar-besaran yang diberikan menjelang Idulfitri.
Esensi dari puasa Ramadhan adalah menahan hawa nafsu dalam bentuk apapun. Dalam teori perilaku konsumen maka keputusan pembelian konsumen (consumer decision making) diawali dengan adanya kebutuhan (Assael, 2002).
Tahapan selanjutnya setelah konsumen memahami kebutuhannya adalah melakukan pencarian informasi tentang produk yang akan dikonsumsinya. Setelah informasi tentang produk itu terkumpul, maka konsumen melakukan evaluasi terhadap merek produk yang akan dibelinya.
Pada tahapan ini konsumen biasanya menentukan merek dari sebuah produk yang akan dibelinya. Merek yang sudah dipilih kemudian dibeli (purchase). Pasca pembelian konsumen akan melakukan evaluasi terhadap merek dan produk tersebut, apakah sesuai dengan harapannya atau tidak.
Tahapan yang dilakukan seorang konsumen dalam melakukan pembelian yang dipaparkan diatas adalah sebuah tahapan yang dilakukan oleh konsumen rasional. Ada sisi lain yang dimanfaatkan pemasar untuk memotong jalur tahapan itu, yaitu dengan mengeksploitasi sisi emosional konsumen sehingga mereka melakukan pembelian tidak terencana atau pembelian impulsif.
Pembelian Impulsif, Apa Itu?
Berdasarkan kajian beberapa literatur (yaitu Beatty & Ferrell, 1998; Purl, 1996; Rook & Fisher, 1995; Rook & Gardner, 1993), pembelian impulsif dapat didefinisikan sebagai tingkat dimana seseorang melakukan pembelian yang tidak terencana, tergesa-gesa dan tidak merefleksikan kebutuhan yang sebenarnya. Teori tentang pembelian impulsif ini masuk dalam konsep self control. Self control atau self regulation adalah kapasitas diri untuk mengendalikan keinginannya (Baumeister,2002).
Idulfitri adalah sebuah momentum yang dimanfaatkan oleh pemasar untuk mengeksploitasi lemahnya kontrol diri konsumen. Godaan berupa potongan harga dan iklan yang mengidentifikasikan dirinya dengan Idulfitri dilakukan secara masif oleh pemasar. Kita bisa melihat saat ini mulai dari department store, produk makanan minuman, rokok, provider jaringan telepon dan produk-produk elektronik dan otomotif menggunakan Idulfitri sebagai representasi dari produk mereka.
Bagian yang terpisahkan dari perilaku pembelian impulsif adalah konsumsi kompulsif (compulsive consumption). Perilaku ini diwakili oleh kelainan kejiwaan atau kelainan perilaku dari konsumen seperti kecanduan obat/minuman keras, kleptomania dan bulimia. Pembelian kompulsif adalah pembelian berulang yang muncul karena dorongan negatif (O’Guinn dan Faber, 1989).