IBADAH

Beramal Secara Ihsan

Keikhlasan beramal merupakan konsekuensi dari syahadat muslim. Persaksian bahwa hanya Allah yng menjadi ilah tiada yang lain, mengikat amal perbuatan hanya ditujukan padaNya. Tingkat keikhlasan akan menentukan kualitas amal di hadapanNya. Sehingga amal yang dilakukan bukan karena Allah seperti ditujukan pada ilah (sembahan) yang lain, atau dilakukan hanya sandaran manfaat tertentu (kenikmatan dunia) tentu saja akan tertolak. Allah SWT berfirman :

فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ

Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (QS. Al Kahfi ayat 110).

Misalnya, penting untuk diri meluruskan niat dalam shalat, apakah karena Allah atau riya mengharap pujian manusia. Pun sama dengan bersedekah apakah karena Allah atau mengharap balasan rezeki harta yang berlipat. Apakah berpakaian syar’i karena Allah atau hanya sekadar mengikuti trend fesyen. Apakah istri yang mengurus suami dan anak-anak karena Allah atau hanya sekadar mengharap kasih sayang dari mereka. Keikhlasan tak hanya amal terkait ibadah ritual tapi mutlak dalam setiap amal.

Amal yang showab (benar) adalah amal tersebut berittiba’ Rasulullah Saw. Maksudnya amal tersebut ada tuntunan dari Rasulullah Saw. Karena tata cara ibadah pada Allah haruslah datang dari Allah sendiri, yang disampaikan melalui Rasul-Nya. Bukan berdasarkan pemikiran dan hawa nafsu manusia yang akalnya terbatas. Seikhlas apapun amal dikerjakan apabila tak sesuai syari’atNya maka akan tertolak.

Allah SWT berfirman:

وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr ayat 7).

Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim).

Misalnya, niat shalat subuh karena Allah tapi dikerjakan empat rakaat. Pun sama puasa sunnah karena Allah tapi dikerjakan pada hari tasyrik. Tentu saja semua ini tertolak.

Berittiba’ pada Rasulullah Saw ini haruslah mutlak dalam setiap amal. Baik terkait amal yang mencakup hablumminallah (ibadah ritual), hablun binnafs (makanan, minuman, pakaian dan akhlak), juga hablumminannas (pendidikan, ekonomi, pergaulan, sosial, budaya, hukum, pemerintahan dan sebagainya). Di sinilah pentingnya thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu) untuk mengetahui syariat-Nya agar amal tak tertolak. Wallahu a’lam bish-shawab.

Desti Ritdamaya, Praktisi Pendidikan.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button