Berantas LGBT dengan Perda, Solutifkah?
Islam mengancam para pelaku liwath dengan sanksi keras dan tegas, yakni hukuman mati. Sebab, tanpa adanya sanksi keras dan tegas, para pelaku liwath niscaya tidak akan pernah merasa jera. Sanksi ini sebagaimana sabda Baginda Rasulullah Saw, “Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku maupun pasangannya.” (HR Abu Dawud).
Adapun terkait lesbianisme, dalam kitab-kitab fikih dikenal dengan istilah as-sahaaq atau al-musahaqah. Pengertiannya adalah hubungan seksual yang terjadi antara sesama wanita. Tidak ada perbedaan pada kalangan fukaha bahwa hukum lesbianisme adalah haram. Hal ini antara lain berdasarkan sabda Baginda Rasulullah Saw, “Lesbianisme adalah (bagaikan) zina di antara wanita.” (HR Thabrani).
Sanksi bagi lesbianisme adalah takzir, yakni jenis hukuman yang bentuk dan kasarnya diserahkan kepada kadi. Hukuman ini dapat berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi, dan sebagainya. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat).
Adapun biseksual merupakan perbuatan zina jika dilakukan dengan lawan jenis. Sementara itu, jika dilakukan dengan sesama jenis maka dapat tergolong liwath atau lesbianisme. Semuanya jelas haram. Hukumnya sesuai dengan fakta. Jika termasuk zina maka hukumnya adalah rajam bagi pezina muhsan, serta dicambuk seratus kali bagi pezina ghairu muhsan. Jika termasuk liwath maka hukumannya adalah hukuman mati, sedangkan jika termasuk lesbianisme maka hukumannya adalah takzir.
Terkait transgender, yakni perbuatan menyerupai lain jenis baik dalam berbicara, berbusana, maupun dalam perbuatan, termasuk dalam orientasi seksual, maka Islam mengharamkannya sebagaimana hadis bahwa Baginda Rasulullah Saw mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki. (HR Ahmad).
Hukuman bagi pelaku yang menyerupai lawan jenis adalah diusir dari pemukiman sebagaimana sabda Bahinda Nabi Saw, “Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian.” (HR Bukhari). Jika pelaku transgender melakukan hubungan seksual maka hukumannya sesuai fakta. Jika hubungan seksual tersebut terjadi dengan sesama laki-laki maka dijatuhi hukuman liwath. Jika hubungan seksual tersebut terjadi dengan sesama wanita maka dijatuhi hukuman lesbianisme. Jika hubungan seksual tersebut dilakukan dengan lawan jenis maka dijatuhi hukuman zina.
Dalam naungan Islam tidak hanya pelaku LGBT yang terkena sanksi. Bahkan siapa saja yang ikut mendukung dan menyebarluaskan paham sesat ini juga tidak lepas dari sanksi keras sesuai syarak. Sebab, Islam juga mengharamkan segala bentuk gerakan, kampanye, promosi, propaganda, dan sebagainya terhadap perbuatan kaum pelangi ini, termasuk siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Bagi seorang Muslim yang mendukung bahkan menghalalkan LGBT secara terang-terang padahal telah jelas keharamannya maka dapat membatalkan keimanannya. Sebab, keharaman LGBT telah jelas dalam syariat. Menghalalkan atau mengharamkan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Allah SWT maka haram hukumnya bagi seorang Muslim. (QS. An-Nahl [16]: 116).
Inilah cara solutif Islam memberantas kaum pelangi. Sungguh sangat bertolak belakang dengan sistem demokrasi-sekuler yang justru menjadi tempat tumbuh suburnya LGBT. Sistem ini terbukti gagal menjadi benteng bagi umat Islam terhadap perilaku kaum pelangi. Alih-alih dapat diberantas, kaum pelangi justru bertambah banyak.
Alhasil, menghentikan arus kaum pelangi tidaklah cukup dengan perda saja, tetapi juga butuh peran negara yang berperan sebagai junnah (pelindung) bagi rakyat. Negara yang menerapkan aturan Allah SWT secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Inilah sistem Islam yang sungguh sudah amat dirindukan oleh umat. Wallahu’Alam bissawab.[]
Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan