Berhati-hatilah dengan Anies Baswedan!
Di Jakarta lahan sudah habis mereka kapling. Sebagian mulai menggarap daerah pinggiran, seperti Lippo di Karawaci, dan Meikarta. Atau kelompok Ciputra dan Sinar Mas yang menguasai kawasan Serpong.
Tentu hasilnya tidak segurih bila menguasai lahan di jantung ibukota seperti dinikmati kelompok Agung Podomoro, Agung Sedayu, Artha Graha Group Dll.
Bisnis reklamasi yang mereka kembangkan di Pantai Utara Jakarta gagal total. Proyek bernilai ratusan trilyun itu izinnya dibatalkan Anies. Padahal di masa Jokowi dan Ahok semuanya berjalan mulus.
Kemarahan dan kebencian mereka kepada Anies, sampai ke ubun-ubun. Eksperimen politik mereka menguasai Indonesia. Menyatukan penguasaan ekonomi dan politik di satu tangan, gagal di tengah jalan. Keuntungan ratusan trilyun mereka tenggelam pula di laut Utara Jakarta.
Karena itu pemindahan ibu kota sudah sangat mendesak. Tak bisa ditunda-tunda lagi. Kompensasi bagi para taipan yang selama ini mendukung Jokowi harus segera ditunaikan.
Seperti pernah disampaikan oleh Ahok saat menjadi Gubernur DKI, Jokowi tidak akan bisa menjadi presiden, tanpa bantuan pengembang. Jelas itu tidak gratis.
Fakta bahwa pemerintah tidak punya dana cukup dari APBN, itu bukan masalah besar. Justru disitulah kata kuncinya.
Konsorsium para taipan dan pemerintah Cina pasti dengan senang hati menyediakan dananya. Apalagi seperti dikatakan Menteri PPN/kepala Bappenas Bambang Soemantri Brojonegoro pemerintah akan seminimal mungkin menyediakan anggaran untuk pembangunan ibu kota baru.
Semuanya mengandalkan swasta, dengan skema availability payment. Swasta yang membangun dan pemerintah sebagai pemilik lahan, menyewa. Setelah masa konsesi selesai selama 20 tahun, gedung itu akan menjadi milik pemerintah.
Skema ini mirip dengan BOT (Build Operate Transfer). Bedanya skema ini lebih pasti. Dana pengembang pasti akan kembali. Pemerintah dipastikan akan menyewanya.