Berpikir, Aktivitas Mulia Pengokoh Ruhiyah
“Berpikir adalah perbuatan mulia karena berpikir perintah Allah SWT.” (Ummu Khoir, Founder Sekolah Tahfiz Plus Khoiru Ummah).
Berpikir sejatinya dilakukan manusia untuk memecahkan berbagai problematika kehidupannya. Dengan berpikir, manusia tengah menjalani fitrahnya sebagai makhluk yang diberi potensi akal oleh Sang Pencipta. Namun, sering kali berpikir dianggap sepele, hanya sebatas pencapaian untuk menyelesaikan persoalan, atau hanya sebatas untuk meraih materi saja. Padahal hakikatnya, berpikir adalah aktivitas mulia yang penting dilakukan sebagai pengokoh aspek ruhiyah.
Paradigma Islam menempatkan aktivitas berpikir sebagai jalan menuju keimanan kepada Sang Pencipta. Aktivitas berpikir ini dilakukan dengan cara memerhatikan, mengamati, dan meneliti segala sesuatu yang berada dalam jangkauan manusia, yakni alam semesta, manusia, dan kehidupan. Sehingga muncul pengakuan adanya keberadaan Sang Pencipta dalam proses penciptaan alam semesta, manusia, dan kehidupan. Alhasil, tidak sedikit ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajak manusia untuk senantiasa berpikir dengan memerhatikan, mengamati, dan meneliti alam semesta, manusia, dan kehidupan.
Dalam surah At-Tariq ayat 5-10 misalnya, Allah SWT. memerintahkan manusia untuk memikirkan dari mana manusia diciptakan. Sebab, dengan memahami proses penciptaannya, niscaya manusia akan mengakui betapa Allah Mahakuasa atas segala sesuatunya, dan betapa manusia tiada daya dan upaya apa pun di hadapan kekuasaan-Nya. Inilah proses berpikir yang mengantarkan manusia menuju keimanan kepada Allah SWT.
Tidak hanya tentang proses penciptaan manusia saja, Allah SWT. pun memerintahkan manusia untuk memikirkan dari mana asal makanan yang menjadi kebutuhan jasmaninya. Dalam surah Abasa ayat 24-32, Allah SWT. memerintahkan manusia untuk memperhatikan makanannya, bahwa di balik makanan yang dimakannya terdapat proses penciptaan yang begitu luar biasa. Mulai dari dicurahkan hujan hingga ditumbuhkannya berbagai tumbuhan di muka bumi, sejatinya semua itu tidak lepas dari kekuasaan Allah SWT., yang mana semua itu dipersiapkan sebagai sumber makanan bagi manusia dan hewan ternaknya.
Dalam surah Al-Ghasyiyah ayat 17-20, manusia pun diajak untuk merenungi fenomena unta, langit, gunung, dan dataran bumi. Bagaimana unta diciptakan dengan segala keistimewaannya yang tidak dimiliki oleh hewan lainnya. Bagaimana langit yang begitu megah, menjadi atap bagi bumi, tidak runtuh padahal tiada tiang yang menopangnya. Bagaimana gunung yang begitu kokoh, mampu menjadi pasak bagi bumi. Begitu pula dengan bumi, bagaimana bumi yang begitu bulat dan besar, tampak datar dalam perspektif manusia sehingga dapat menjadi tempat kita berpijak dan berjalan. Andai kita mau berpikir, sungguh makin kita merasa tak berdaya di hadapan kekuasaan Allah Yang Maha Menciptakan segala sesuatunya.
Sungguh dengan mentadaburi ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajak manusia untuk berpikir dengan memperhatikan, mengamati, dan meneliti alam semesta, manusia, dan kehidupan, niscaya mengantarkan manusia berada di jalan yang sahih menuju keimanan yang hakiki. Inilah aktivitas berpikir yang menjadi pengokoh aspek ruhiyah dalam diri manusia, yakni paham benar eksistensinya sebagai makhluk, dan Allah SWT. satu-satunya Zat Yang Mahakuasa sebagai Sang Pencipta, tempat manusia menggantungkan dirinya.
Alhasil, sungguh merugi manusia yang tidak menjadikan aktivitas berpikir menjadi aktivitas penting nan mulia. Rugi, karena Allah SWT. membenci hamba-Nya yang tidak mau berpikir dan diajak untuk berpikir. Mahabenar Allah dalam firman-Nya, “Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang gaib dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku.” Katakanlah, “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (TQS. Al-An’am: 50). Wallahu’alam bishshawab.
Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan di STP Khoiru Ummah Cikupa.