Bersama WADAH Malaysia, DDII Gelar Forum Ekonomi Manusiawi
Jakarta (SI Online) – Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) bekerjasama dengan Wadah Pencerdasan Umat Malaysia (WADAH) dan Perkumpulan Organisasi Pengelola Zakat (POROZ) menggelar Forum Ekonomi Manusiawi bertemakan “Komparasi Negeri Jiran, Alternatif Tata Kelola Ekonomi Inklusif, Zakat dan Wakaf” di gedung Menara Dakwah, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020).
Sekretaris Umum DDII Drs. H. Avid Solihin, MM dalam sambutannya mengatakan, bahwa ekonomi kapitalisme telah mengalami kegagalan.
“Ekonomi Kapitalisme dianggap telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan PDB Dunia. Namun, hingga saat ini sekitar 1 milyar penduduk dunia masih hidup dalam kemiskinan absolut (pengeluaran lebih kecil dari 1,25 dolar AS per hari), dan sekitar 3 milyar warga dunia masih hidup miskin (pengeluaran kurang dari 2 dolar per hari),” jelasnya.
Karena itu, kesenjangan penduduk kaya-miskin pun kian melebar, baik antar negara maupun di dalam suatu negara. Pertumbuhan ekonomi selama 250 tahun pun telah mengakibatkan terkurasnya SDA, pengikisan biodiversitas, pencemaran, dan pemanasan global dimana itu semua membuat keberlanjutan (sustainability) ekosistem alam (bumi) dan pembangunan ekonomi terancam.
Oxfam dalam pertemuan rutin tahunan World Economic Forum 2020 di Davos melalui laporannya yang berjudul “Time to Care” mengemukakan bahwa gap antara si kaya dan si miskin semakin jauh. 1% orang terkaya di dunia memiliki kekayaan dua kali lipat dibanding 6,9 miliar orang di dunia.
Sementara itu, di Indonesia yang dinilai menganut sistem kapitalis liberal juga tak jauh beda kondisinya.
Dalam sebuah data, satu persen warga Indonesia menguasai 50 persen aset nasional. “Hitungan kasarnya, 90 persen warga Indonesia memperebutkan hanya 30 persen aset nasional,” ungkap Avid.
Menurutnya, saat ini dunia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Untuk itu, sistem ekonomi Kapitalisme harus diganti dengan sistem ekonomi yang lebih efisien, hemat dan tidak merusak lingkungan hidup. Selain itu, sistem ekonomi yang baru harus dapat mendistribusikan kue pertumbuhan ekonomi untuk mensejahterakan suluruh warga dunia secara berkeadilan dan berkelanjutan.
“Itulah yang kita yakini sebagai ekonomi Islam. Ekonomi syariah, yang insya Allah sesuai dengan fitrah kemanusiaan,” jelas Avid.
Alhamdulillah, kata Avid, di tengah sistem kapitalisme liberal yang semakin destruktif, perkembangan sektor keuangan syariah di Indonesia semakin baik.
Dalam forum yang dihadiri sejumlah ekonom dari negeri Jiran itu diharapkan kerjasama Indonesia dengan Malaysia di bidang ekonomi syariah lebih diperkuat lagi. “Semoga hasil diskusi Forum Ekonomi Manusiawi ini, turut mendorong akselerasi kerjasama kedua negara,” tandas Avid.
red: adhila