Bersuci dengan Air, Debu dan Batu

Bersih belum tentu suci. Suci sudah pasti bersih. Dan hanya Islam yang mengajarkan konsep kesucian (thaharah). Karena Islam datang dari Zat Yang Maha Suci yang menyukai kesucian dan kebersihan. Bahkan kalam Rasul-Nya yang mulia menyampaikan:
الطُهُوْرُ شَطْرُ الإيْمَانِ
Kesucian adalah sebagian dari iman (HR. Ahmad)
Sunnatullah penjagaan kesucian fisik karena Allah akan menghantarkan pelakunya pada kebersihan dan kesucian jiwa/hati. Karena dirinya secara fitrah menjalani perintah Zat yang telah menciptakannya. Kebersihan dan kesucian jiwa/hati ini adalah puncak tertinggi penghambaan padaNya. Allah SWT berfirman
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ,إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ, وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ
(Yaitu) pada hari ketika tidak berguna (lagi) harta dan anak-anak. Kecuali, orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Surga didekatkan kepada orang-orang yang bertakwa (QS. Asy Syu’ara ayat 88-90).
Hal yang paling mendasar dalam konsep thaharah adalah terkait alat atau bahan dari alam yang disyari’atkan dalam mensucikan najis dan hadas. Yaitu air, debu, bahan yang mampu menyerap kotoran (seperti batu, kayu kering, daun kering, tisu, kertas, kain dan sebagainya). Tanpa penggunaan alat dan bahan ini najis dan hadas tak menjadi suci, yang berakibat tak terpenuhinya syarat sah amal ibadah (shalat, puasa, haji dan sebagainya). Sehingga tertolaknya amal ibadah.
Alat Bersuci Berupa Air
Untuk bersuci, air terbagi menjadi empat yaitu:
Pertama, air mutlak (al maau thaahirun fii nafsihi, muthahhirun li ghairihi, ghairu makruuhin isti’maaluhu). Maksudnya air yang suci zatnya, dapat mensucikan bagi selainnya dan tidak makruh dalam penggunaannya).
Air ini masih murni dalam sifat alaminya, tak terikat atau tak bercampur dengan zat apapun. Air ini dapat dikonsumsi karena suci dan dapat mensucikan najis dan hadas serta tak makruh digunakan dalam bersuci baik pada badan maupun pakaian.
Kitab Fathul Qarib menyebutkan terdapat tujuh air mutlak. Yaitu air langit (air hujan), air laut (air asin), air tawar (air sungai, danau, waduk), air sumur, air dari mata air (pegunungan), air salju (air turun dari langit tapi sampai ke permukaan bumi membeku) dan air es (air turun dari langit dalam keadaan membeku tapi sampai permukaan bumi mencair).
Kedua, air musyammas -(al maau thaahirun fii nafsihi, muthahhirun li ghairihi, makruuhun isti’maaluhu)._ Maksudnya air yang suci zatnya, dapat mensucikan bagi selainnya dan makruh dalam penggunaannya). Air ini dapat dikonsumsi karena suci dan dapat mensucikan najis dan hadas. Tapi air ini makruh digunakan dalam bersuci untuk badan manusia maupun hewan, tidak pada selain itu (misal tempat atau pakaian).
Air musyammas sebenarnya air mutlak yang kondisinya panas akibat pengaruh pemanasan (matahari atau api). Air yang seperti ini berbahaya pada kesehatan kulit sehingga dimakruhkan. Air panas akibat pemanasan matahari dianggap sebagai air musyammas hanya berlaku pada daerah yang bercuaca sangat panas (seperti gurun). Tak berlaku pada daerah yang bercuaca sedang atau dingin. Hanya berlaku pada air yang ditempatkan pada wadah logam selain emas dan perak.