SUARA PEMBACA

Bicara Rasio, Ini Utang Negara Bukan Warteg!

SBN sendiri adalah Surat Utang Negara (SUN) atau surat berharga yang berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara RI sesuai masa berlakunya. SUN digunakan oleh pemerintah antara lain untuk membiayai defisit APBN serta menutup kekurangan kas jangka pendek dalam satu tahun anggaran.

Pertanyaannya dari mana negara menjamin pembayaran utang, pokok berikut bunganya? Ya dari utang lagi, dari APBN lagi. Sebagaimana kita ketahui pos pendapatan terbesarnya adalah pajak dan utang LN. Meskipun pemerintah memastikan berkali-kali, utang hanyalah sebagai alat (bukan tujuan), namun jelas makin membuktikan seolah-olah tak ada jalan lain hal itu sungguh menyakiti hati rakyat.

Realitanya Indonesia adalah negara kaya sumber daya alam. Dari mulai kekayaan laut, energi, tambang, hutan dan lain sebagainya. Sayang, privatisasi kekayaan tersebut untuk korporasi yang menjadikan kita bak ayam mati di lumbung sendiri. Berbagai kebijakan negara selalu memudahkan para investor itu baik swasta maupun asing, dengan payung UU, semua dari anggota dewan, para menteri berikut presiden sepakat menyetujuinya.

Pun ketika pasca Pandemi Covid-19 dimana rakyat kelimpungan karena hantaman gelombang PHK yang bertubi-tubi, biaya hidup yang tinggi, angka kriminal meningkat, hukum yang tak adil, kerusakan sosial yang merajalela, termasuk tingkah korup para pejabatnya tak jua membuat para penggede negeri ini bersujud taubat dan lebih fokus pada nasib rakyatnya.

Masing-masing partai sibuk kontestasi untuk persiapan pemilu, yang masih dua tahun lagi akan digelar, sementara nasib rakyat besok pun belum pasti. Sistem demokrasi yang menjadi akar permasalahan, sebab dari demokrasi lahir kebebasan berpendapat, kebebasan memiliki bahkan kebebasan beragama. Wajar jika tatanan kehidupan rusak, aturan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan hidup manusia berasal dari manusia yang lemah dan terbatas.

Pandangan Islam tentang Makna Mandiri Berdaulat

Sejatinya, utang adalah senjata kaum kafir untuk menjerat dan melemahkan Islam, terutama negara-negara Muslim yang kaya raya. Barat hendak mengukuhkan secara terus menerus hegemoni kapitalismenya. Untuk itulah demokrasi dipelihara, manusia diberi ranah kebebasan mengatur hidupnya sendiri, tanpa harus terikat dengan aturan agama apapun.

Maka, dalam pandangan Islam utang kepada asing, apalagi berbasis riba diharamkan secara mutlak, sebab ia salah satu jalan untuk menguasai kaum Muslim. Padahal secara tegas Allah SWT melarangnya, ”Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. Al-Nisâ’ 4: 141).

Artinya, tak hanya haramnya memilih pemimpin kafir, namun juga haram mengesahkan undang-undang yang dengannya kafir kemudian menjadikan jalan untuk menguasai kaum Muslim, menghapus kedaulatannya bahkan menghapus Muslim dari dunia. Dan kita memang lihat kenyataannya, tak henti-hentinya kafir mengajak pemimpin Muslim masuk dalam keanggotaan organisasi internasional yang ujung-ujungnya meratifikasi perjanjian damai atau utang.

Dan jika berbicara negara sebagai pihak pengutang, jelas tak main-main, baik dalam hal jumlah maupun risikonya, kata ”aman” yang selalu disematkan pemerintah setiap kali muncul keresahan sepatutnya menjadikan kita waspada, karena utang negara tak sama dengan utang Warteg alias Warung Tegal.

Memang, kebutuhan negara untuk mengurusi rakyat tak sedikit, itulah mengapa Allah SWT Yang Maha Tahu sudah menyiapkan tuntunan atau pedoman, dari apa yang sudah dilakukan oleh Rasulullah Saw, Khulafaur Rhosyidin dan kholifah-kholifah selanjutnya mereka tak pernah lepas dari tuntunan syariat. Hukum mereka syariat, keputusan kebijakan mereka juga syariat.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button