RESONANSI

BNPT Umumkan Jumlah Pesantren Terafiliasi Terorisme, Kapan KPK Umumkan Jumlah Kampus Terafiliasi Koruptor?

Lalu, mari kita bandingkan soal “radikalisme” ini dengan kasus korupsi. Korupsi kini tidak lagi dipandang sebagai kejahatan biasa. Bahayanya tak kalah dengan radikalisme. Ketua KPK, Firli Bahuri, menyebut korupsi sebagai kejahatan luar biasa alias “extra ordinary crimes.”

Meski sama-sama bahaya, ada beda perlakuan antara koruptor dengan radikalis atau teroris. Jika seorang radikalis “diubek-ubek” jatidiri hingga pesantrennya, hal itu tidak terjadi pada seorang koruptor. Tidak pernah pelaku korupsi dikaitkan dengan universitas tempat ia belajar, juga tidak dikaitkan dengan siapa pembimbing skripsi, tesis atau disertasinya?

Sepanjang 2021 lalu, ada Wakil Ketua DPR, seorang gubernur, dan sejumlah bupati ditangkap KPK. Adakah media yang mengulik dan membahas panjang lebar di mana mereka sekolah dari SD hingga perguruan tinggi?

Sekadar menyebut, sebagai contoh, Azis Syamsuddin adalah doktor hukum pidana internasional dari Universitas Padjajaran, Nurdin Abdullah adalah doktor dari Kyushu University Jepang. Ia juga Guru Besar Universitas Hassanuddin. Dody Reza Alex Nurdin, Bupati Musi Banyuasin, juga doktor dari Unpad. Sedangkan Bupati Penajam Paser Utara, Abdul Ghafur Mas’ud adalah magister ekonomi lulusan Universitas Mulawarman.

Pun demikian dengan ketua umum partai politik yang terkena kasus korupsi. Tidak pernah diumumkan nama kampus mereka. M. Romahurmuzy lulusan ITB, Setya Novanto lulusan Universitas Tri Sakti, Suryadharma Ali lulusan IAIN Syarif Hidayatullah, Anas Urbaningrum lulusan Unair, UI dan kandidat doktor UGM. Terakhir, Luthfi Hasan Ishaaq adalah jebolah Pakistan. Kelimanya, tidak pernah disangkutpautkan dengan almamater.

Jadi alangkah adilnya jika kelak KPK merilis data, “Pesebaran Kampus Terafiliasi Koruptor.”

Farah Abdillah, Jurnalis.

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button