BSI Pasca-Merger: Raksasa Baru yang Masih Mencari Jiwa

Akhirnya, opsi pembiayaan dengan akad jual beli yang lebih cepat cair sering menjadi pilihan, meski skemanya terasa tidak jauh berbeda dengan kredit konvensional.
Potret ini mengonfirmasi analisis banyak pengamat yang menyoroti tantangan BSI pasca-merger. Di satu sisi, ada komitmen untuk menjalankan ekonomi syariah yang berkeadilan.
Di sisi lain, tekanan untuk mengejar target profit dan efisiensi pasca-merger dilaporkan mendorong bank pada produk-produk “yang aman” dan mudah seperti pembiayaan konsumer.
Sebuah laporan media bahkan menyebutkan adanya perubahan semangat operasional pasca-merger, dari yang lebih luwes mendampingi UMKM menjadi lebih berorientasi pada angka dan volume pembiayaan besar yang cepat dicairkan.
Mencari Jiwa di Balik Raksasa
Lantas, apakah BSI telah kehilangan “jiwa” syariahnya? Berbagai tinjauan opini di media menyimpulkan tidak sepenuhnya. BSI masih aktif menjalankan fungsi sosialnya melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dan zakat yang rutin diliput media.
Namun, esensi ekonomi syariah, seperti banyak dituliskan para kolumnis, bukanlah pada kegiatan amal di tepian, tetapi pada inti dari model bisnisnya yang harus adil, transparan, dan berbagi risiko.
Merger seharusnya bukan hanya menciptakan bank yang besar, tetapi juga menciptakan engine of growth bagi ekonomi umat, seperti sering disampaikan dalam berbagai forum publik.
BSI, dalam berbagai siaran persnya yang dilansir media, selalu menyatakan komitmennya untuk terus meningkatkan porsi pembiayaan UMKM dan mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan segmen tersebut, didukung dengan digitalisasi.
Mega merger BSI adalah sebuah langkah berani yang patut diapresiasi. Ia telah menciptakan champion yang dibutuhkan perbankan syariah Indonesia. Namun, perjalanan masih panjang.
Keberhasilan BSI tidak akan diukur dari sebesar apa asetnya, tetapi dari sedalam apa jejaknya dalam membangun kesejahteraan yang inklusif dan berkeadilan.
Raksasa itu telah berdiri. Kini, ia perlu menemukan jiwa yang membuatnya bukan hanya besar, tetapi juga mulia.[]
Muhibbullah Azfa Manik, Dosen Universitas Bung Hatta, Padang.