SUARA PEMBACA

Buah Simalakama Kapitalisasi Pendidikan

Dengan kata lain, beliau memberi upah kepada para pengajar itu (tawanan perang) dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik kas negara. Inilah yang kemudian menjadi dalil bahwa pendidikan adalah salah satu hak rakyat yang wajib ditanggung oleh negara dan bukan menjadikannya komoditi jual beli sebagaimana hari ini.

Pengaturan semacam ini tentu membutuhkan sistem ekonomi yang kapabel untuk menopangnya. Mustahil pendidikan gratis bisa ditopang oleh sistem ekonomi kapitalisme yang bernafaskan kebebasan sebagaimana hari ini. Pemaparan sebelumnya telah menunjukkan bahwa prinsip liberalisasi ekonomi hanya akan berujung pada kapitalisasi sektor jasa untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Maka sudah barang tentu, tidak ada harapan bahwa sistem ekonomi kapitalisme akan mampu menopang sistem pendidikan yang diharapkan.

Sistem ekonomi yang mampu menopang pendidikan secara gratis bagi seluruh warga negara adalah sistem ekonomi yang tidak meliberalisasi kepemilikan dan pengelolaan SDA melimpah negeri ini. Sistem ekonomi yang menjadikan seluruh SDA dengan deposit besar milik rakyat secara mutlak, bukan diserahkan kepada asing ataupun pihak swasta. Dikelola oleh negara dan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan mendasar mereka yang bersifat komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Sistem ekonomi yang demikian itu tidak lain adalah Islam. Islam telah membagi kepemilikan seluruh harta kekayaan menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Adapun kepemilikan umum adalah sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah ﷺ:

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Dengan pengaturan semacam itu, bukan tidak mungkin mewujudkan pendidikan gratis bagi seluruh anak bangsa sebagaimana yang telah diimpikan selama ini. Hal demikian juga telah terukir dalam tinta emas sejarah, kala Khalifah Hakam bin Abdurrahman an-Nashir mendirikan Universitas Cordova yang mampu menampung ribuan mahasiswa muslim dan non-muslim secara gratis.

Kemudian pada masa Dinasti Utsmaniyyah, Khalifah Muhammad II juga menyediakan pendidikan secara gratis di Istanbul. Ia bahkan membangun sekolah-sekolah beserta asrama siswa yang lengkap dengan kamar tidur dan ruang makan. Lahir dari Rahim pendidikan ini ilmuwan-ilmuwan besar muslim seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Khawarizmi, dan lain-lain.

Inilah pengaturan pendidikan dari sistem Islam. Sebuah alternatif sistem kehidupan yang layak diperhitungkan, di tengah gagalnya sistem usang kapitalisme yang hanya menghadirkan kesengsaraan dan penderitaan.

Sudah saatnya, rakyat seluruhnya mencampakkan sistem kapitalisme dan beralih pada alternatif sistem Islam. Keberhasilannya dalam melahirkan suatu peradaban agung telah ditorehkan dalam lembar-lembar sejarah perjalanan dunia. Naungan toleransi atas nonmuslim pun tak lagi dipertanyakan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Hadanallahu waiyyakum. Wallahua’lam bish-shawaab.

Muntik A. Hidayah, Aktivis Mahasiswa dan Pegiat Literasi.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button