Bukhori: Tak Masuk Akal Jika Agama Hanya Dijadikan Sumber Inspirasi
Jakarta (SI Online) – Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Dirasat Islamiyah Al-Hikmah (STIU DIA) Jakarta, KH Bukhori Yusuf, menyampaikan sejumlah pandangan strategisnya terkait problematika kebangsaan dan keagamaan yang terjadi belakangan ini yang terbentuk dalam relasi yang saling bersitegang.
Bukhori mengungkapkan, kedudukan agama memiliki relasi yang integral dengan wacana kebangsaan sehingga tidak semestinya saling berhadapan.
Salah satunya, dibuktikan dengan Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga dimana mengandung muatan transendental sebagaimana ditegaskan melalui frasa “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…”.
Dengan demikian, papar Bukhori, konstitusi kita secara jujur mengakui kedaulatan Tuhan. Alhasil, jika UUD diibaratkan sebagai akar dari pohon perundang-undangan, maka segala peraturan perundang-undangan berikut pelbagai aturan turunan dibawahnya tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai agama, apalagi bertentangan dengan nilai tersebut.
“Sehingga, menjadi sulit bila Indonesia hendak dijadikan negara sekuler. Menjadi tidak rasional jika politik dipisahkan dari nilai agama. Dan menjadi tidak masuk akal bila agama hanya dijadikan sumber inspirasi, bukan sumber aspirasi,” kata Bukhori dalam keterangan tertulisnya, Senin (08/03/2021).
Selain itu, Anggota Fraksi PKS di DPR RI ini juga menyorot konsep toleransi dalam Islam. Menurutnya, ruang lingkup toleransi dalam perspektif Islam hanya mencakup pada ranah muamalah semata, bukan pada ranah keyakinan.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk mengetengahkan keyakinannya atau menempatkan kedudukan keyakinannya sesuai dengan hawa nafsu belaka.
Sebelumnya, seperti dilansir ANTARA, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengajak masyarakat di Tanah Air agar menjadikan agama sebagai sebuah inspirasi bukan aspirasi.
“Kita merasakan beberapa tahun belakangan agama sudah atau ada yang menggiring agama menjadi norma konflik,” katanya saat diskusi lintas agama dengan tema “Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Kebinekaan” yang dipantau di Jakarta, Ahad (27/12/2020).
Dalam bahasa paling ekstrem, ujar dia, siapapun yang berbeda keyakinannya, dianggap lawan atau musuh. “Itu norma yang kemarin sempat berkembang atau bahasa lainnya populisme Islam,” katanya.
Pemerintah dan semua elemen masyarakat diyakininya tidak ingin populisme Islam tersebut terus berkembang, karena dapat mengganggu kebinekaan Indonesia.
Oleh karena itu, pria yang kerap disapa Gus Yaqut tersebut menegaskan agama harus dijadikan sebagai sumber inspirasi bukan aspirasi.
Sebab, bila agama dijadikan sumber aspirasi dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak tepat, bisa berbahaya.
red: farah abdillah