Buku ‘The Untold History of Ottoman’ yang Menarik
Buku karya Prof Dr Mehmet Maksudoglu ini sangat menarik. Ia memaparkan sisi-sisi Daulah Utsmaniyah yang jarang diungkap oleh para sejarawan. Apalagi sejawaran yang berfaham Barat. Ia menggali sejarah Utsmani dengan bersumber pada rujukan-rujukan asli berbahasa Turki, selaian referensi dari buku-buku berbahasa Arab, Inggris dan lain-lain.
Daulah Utsmaniyah memang mempunyai watak yang melindungi. Bila mereka menaklukkan negeri-negeri lain, maka mereka tidak menzalimi atau membunuh sembarangan rakyatnya. Karena perlakuan baik Utsmani terhadap wilayah yang dikuasai, banyak orang-orang Kristen yang sudah merasakan hidup dalam pemerintahan Utsmani datang ke Iznik meski kota itu sudah dikepung dan menyarankan agar penduduk kota menyerah saja dan hidup dengan aman di bawah naungan pemerintah Utsmani.
Sikap ini menjelaskan di antara faktor suksesnya kekuatan Utsmani membuka negeri-negeri untuk Islam dalam waktu yang relatif singkat.
Sebagai contohnya, ketika putra tertua Orhan Gazi, Sulaiman Pasha, mendekati Taraqli, penduduk Kristen menyerahkan kastil tanpa perlawanan, dan mereka senang untuk hidup di bawah pemerintahan Islam. Banyak sekali penduduk dari desa-desa sekitarnyapun dengan sukarela memeluk Islam.
Iznik menggantikan Bursa sebagai ibukota Utsmani, dan Orhan Gazi mengubah Aya Sophia (Hagia Sophia) dari gereja Katedral menjadi masjid. Dan terhadap biara-biara ia menjadikannya madrasah dan mendirikan imaret, yakni wadah bagi para manula dan fakir miskin. Dia mengangkat al Hajj Hasam seorang murid dari syaikh terkenal bernama Edebali, sebagai kepala imaret. Penting untuk dicatat bahwa kaum Muslimin memiliki lembaga-lembaga amal dan sosial, sementara itu bangsa Eropa masih mempraktekkan perbudakan dan despotism.
Benar adanya abad pertengahan (395-1453) merupakan zaman kegelapan Eropa, sebaliknya zaman itu menjadi ‘Zaman brilian’ bagi Muslim. Orhan Gazi (khalifah) mengangkat Mevlana Davud Qayseri sebagai mudarris (professor) di madrasah. Imaret lainnya didirikan di Iznik dengan nama Nilufer Khatun, istri dari Orhan Gazi, sedangkan putranya Sulaiman Pasha (1316-1358) mendirikan sebuah madrasah.
Karena itu di paruh pertama abad 14M, Utsmani jauh lebih unggul dari Romawi dari aspek aktivitas sosial dan pendidikan. Pada saat itu ada benturan peradaban Islam dan Kristen. Mereka yang hidup di bawah Daulah Islam kondisinya jauh lebih baik ketimbang mereka yang hidup dalam kekuasaan Romawi Timur.
Belum lagi jika membandingkannya dengan mereka yang hidup di Eropa, dimana mereka mengalami segala macam eksploitasi dan mereka tidak memiliki waktu untuk memikirkan lembaga kemanusiaan. Sementara di negeri Islam saat itu ada pemandian umum dan pribadi, sementara umat Kristen sering menghancurkan fasilitas itu. Meski kebersihan memiliki signifikansi dalam Islam, aspek itu tidak mengakar pada umat Kristen pada saat itu. Robert J Scutton mengurai tentang hal ini dalam satu kutipannya,
“Pada rahib yang gemar menyiksa diri itu mulia di tengah kubangan mereka sendiri. Dalam karyanya History of Inquisition, Liorente menyebutkan banyak contoh bahwa orang-orang pindah agama dari Mohammedanism ke Kristen itu dilempar ke penjara yang kotor. Hal ini karena mereka tetap bersuci setiap hari seagai bagian dari agama mereka dahulu. Inkuisisi melarang pembersihan badan di ranah public dan personal. Karena mandi merupakan kebiasaan orang-orang kafir (sebutan untuk kaum Muslim), seluruh tempat pemandian umum dihancurkan, bahkan pemandian-pemandian besar di rumah-rumah penduduk.”
Ketika kaum Muslimin membuka wilayah Iznik untuk Islam, mereka mendirikan tempat-tempat pemandian umum, pada saat itu Eropa sendiri kondisinya berbeda, sebagaimana digambarkan oleh seorang penulis Barat di paragraf sebagai berikut,
“Jalan-jalan dan tempat-tempat pemukiman banyak tercemari oleh kotoran manusia dan hewan. Begitu joroknya, umat Kristen dihinggapi kutu, baik itu para raja atau rakyatnya, mereka dihinggapi koreng dan penyakit. Kegilaan ini berbuntut pada hukuman yakni wabah yang mematikan. Orang-orang meyakini bahwa Tuhan menghukum mereka karena dosa-dosa mereka, tetapi mereka tidak sadar bahwa mereka sendirilah yang menyebabkan hukuman itu (hidup jorok). Pola-pola kesehatan yang diajarkan oleh para Nabi yang diutus Tuhan tidak dapat diabaikan dengan alasan impunitas.”