Cinta karena Iman akan Nyaman
Lidah kita mungkin mudah berbicara soal iman namun lubuk hati kita menginginkan cinta. Hakikatnya kita berdusta pada diri kita sendiri bahkan terkadang terjepit antara keperluan dan kehendak diri. Kita keliru, pada akhirnya kita dihantui kebuntuan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه
“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)
Mungkin awalnya mereka mengira bahwa cinta karena nyaman adalah segalanya. Sepucuk pucuk cinta, setinggi tinggi rasa. Nyaman akan mengalahkan harta dan rupa.
Namun, telitilah lagi. Dari mana datangnya nyaman itu, jika bukan dari hati? Tidakkah kita mengerti bahwa hati manusia bisa bergonta ganti. Hati manusia mudah berubah. Hati manusia biasa berbolak-balik.
Cinta yang terjaga 4 bahkan 5 tahun pun bisa begitu saja pergi hanya karena sekedipan mata orang yang ada di depan diri. Yakinkah kita bersandar pada hati manusia? Manusia pun butuh tempat bersandar. Yakinkah kita akan menyandarkan diri ke tembok yang masih membutuhkan zat lain untuk membuatnya berdiri tegak?
Setinggi tinggi cinta, setinggi tinggi alasan adalah karena Allah Ta’ala. Itulah cinta karena iman. Cinta karena iman adalah mencintai sesuatu yang memang harusnya kita cintai, bukan yang terlarang bagi cinta kita. Orang tua, saudara, sahabat yang semuanya semahrom dengan kita.
Bagaimana dengan lawan jenis? Jelas boleh, asalkan itu suami/istri kita. Hukum mencintainya adalah wajib. Karena itu tuntutan iman. Inilah yang dimaksud mencintai karena Allah, cinta yang diizini oleh Allah Ta’ala.
Cinta yang tumbuh karena iman, amal sholeh, dan akhlaq yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, dan tidak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.
Allah Ta’ala, berfirman:
الْأَخِلَّآءُ يَوْمَئِذٍۢ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf 43: Ayat 67)
Orang-orang yang semasa di dunia saling mencintai pada hari itu (hari kiamat) sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.
Jatuh cinta dan saling mencintai memang dari hati, tapi memilih bagaimana cara mencintai itu yang akan ditanyai oleh Allah nanti. Demikianlah, Karena rasa akan binasa, namun Iman akan tetap aman.
Wallahu a’lam
Abu Miqdam
Komunitas Akhlaq Mulia