Cobaan Imam Bukhari
Setelah peristiwa itu, adz Dzahali melancarkan fitnah kepada Imam Bukhari dan menuduhnya sebagai penganut Jahmiyah. Ia berkata, ”Al Bukhari telah jelas-jelas berpendapat bahwa pelafalan Al-Qur’an adalah makhluk. Bagiku, persoalan pelafalan ini merupakan bentuk keburukan kelompok Jahmiyah. Maka barangsiapa menemui Muhammad bin Ismail al Bukhari, tuduhlah ia, karena orang yang menghadiri majelisnya pastilah orang yang sependapat dengan mazhabnya.”
Adz Dzahali tiada henti-hentinya mencemarkan nama baik dan menyerang Imam Bukhari. Ia menyebarluaskan fitnah itu kepada masyarakat serta melarang mereka mencari hadits darinya dan menghadiri majelis ilmunya. Maka orang-orang kemudian terpangaruh olehnya.
Adz Dzahali juga melarang orang yang sependapat dengan Imam Bukhari menghadiri majelis ilmunya. Saat itu, di majelis adz Dzahali terdapat dua imam besar, yaitu Muslim bin al Hajjaj dan Ahmad bin Salamah. Keduanya tidak sepakat dengan adz Dzahali dan mereka meninggalkan majelis ilmunya.
Adz Dzahali makin marah dan akhirnya ia berkata, ”Jangan sampai orang itu (Imam Bukhari) tinggal di negeri ini.” Akhirnya Imam Bukhari meninggalkan negeri itu (Naisabur).
Salah seorang murid Imam Bukhari, Muhammad bin Syadzil menceritakan, ”Aku menemui Imam Bukhari tatkala ia diterpa fitnah yang disebarkan Muhammad bin Yahya adz Dzahali. Maka aku berkata, ”Wahai Abu Abdillah siasat apa yang harus kami lakukan terkait apa yang terjadi antara dirimu dengan Muhammad bin Yahya? Semua orang yang rutin menemuimu akan diusir.”
Imam Bukhari menjawab, ”Betapa keterlaluannya rasa dengki Muhammad bin Yahya dalam keilmuan, padahal ilmu adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa saja yang dikehendakiNya.”
Ahmad bin Salamah mengisahkan: “Aku menemui Imam Bukhari lalu aku katakan, ”Wahai Abu Abdillah, orang itu (adz Dzahali) sangat diterima di Khurasan, terutama di kota ini. Sungguh ia bersikukuh dalam hal ini, sampai-sampai tak seorangpun di antara kami yang bisa menasihatinya. Bagaimana pendapatmu?”
Imam Bukhari lantas menggenggam janggutnya sambal membacakan ayat: “Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hambaNya.” (QS. Al Ghafir 44).
Kemudian Imam Bukhari berucap, ”Ya Allah Engkau mengetahui bahwa aku tidak menginginkan kedudukan di Naisabur secara sombong, angkuh atau demi ambisi mencari kekuasaan. Orang itu (adz Dzahali) mendengkiku atas karunia yang Engkau limpahkan kepadaku seorang, tidak kepada yang lain.”
Imam Bukhari lantas berkata kepadaku, ”Wahai Ahmad, aku akan pergi besok agar kalian selamat dari fitnahnya kepadaku.”[]
Nuim Hidayat
Sumber: Cobaan Para Ulama karya Syaikh Syarif Abdul Aziz (Pustaka al Kautsar, 2012).