SUARA PEMBACA

Dagelan Politik para Politisi

Kondisi perpolitikan Indonesia kembali ramai. Gelaran Pilkada, terutama Pilkada Jakarta, menjadi topik panas beberapa hari ini. Posisi yang dinilai sangat strategis.

Sejumlah aturan beruntun dikeluarkan para pemangku kebijakan guna memuluskan jalan menuju kekuasaan.

Pada 20 Agustus 2024 kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang telah dimohonkan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora (suaraislam.id, 20/8/2024).

Hal ini oleh sebagian pihak dipandang sebagai hadiah kemerdekaan, kabar gembira, angin segar, dan setitik harapan perubahan di tengah penyalahgunaan kekuasaan yang ugal-ugalan.

Tidak butuh waktu lama, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati revisi Undang-undang Pilkada yang dikebut dalam sehari berisi poin-poin yang menganulir putusan MK terkait syarat ambang batas pencalonan hingga syarat usia calon kepala daerah untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU) (Kompas.com, 8/21/2024).

Banyak pihak menilai aturan yang lahir ini hanya berlandaskan kepentingan segelintir elite partai demi memuluskan langkah politik jelang Pilkada tanpa mengindahkan aspirasi rakyat.

Respon seperti ini sejatinya hal lumrah yang sangat wajar lahir dari kepentingan dan syahwat politik yang mendominasi. Demi kekuasaan, aturan dibuat sesuai kepentingan penguasa. Apapun dilakukan untuk meraih kekuasaan, tanpa mempertimbangkan halal dan haram.

Polemik ini nyatanya telah menjadi dagelan politik yang disuguhkan para penguasa kepada rakyatnya sendiri. Inkonsistensi dimana-dimana. Rakyat disuguhi tontonan yang menggambarkan betapa buruknya sistem saat ini. Sejatinya negeri Indonesia tercinta ini ada dalam kondisi yang sakit parah. Berharap adanya secercah kebaikan dari sistem ini seolah hal yang sangat mahal dan sulit didapatkan.

Benar adanya apa yang disampaikan oleh ekonom Paramadina, Wijayanto Samirin, yang menyatakan bahwasanya saat ini situasi negara seperti mobil rongsok dengan melihat beberapa indikator terkait kemerosotan yang terjadi di Indonesia (suaraislam.id, 21/8/2024).

Sejatinya ketika manusia dibiarkan membuat aturan, seperti inilah adanya. Aturan yang dibuat penuh pesanan dan sarat dengan kepentingan segelintir orang, baik para penguasa maupun pengusaha sebagai pemilik modal. Kebijakan-kebijakan yang lahir seringkali tidak memberikan rasa adil kepada rakyat.

Politik sesungguhnya dimaknai mulia dalam Islam. Politik dalam Islam tidak menitikberatkan pada perebutan kekuasaan seperti halnya saat ini. Politik Islam menitikberatkan pada pengaturan urusan masyarakat dengan hukum-hukum Islam.

Politik dilaksanakan oleh negara dan rakyat. Negara secara langsung melakukan pengaturan ini dengan hukum-hukum Islam yang berasal dari Allah Subhanahu wa Taala, Al Khalik Al Mudabbir.

Rakyat mengawasi, mengoreksi, dan meluruskan negara jika menyimpang dari Islam. Sehingga, apa yang terjadi hari ini, berharap kebaikan yang datang dari aturan buatan manusia, pada akhirnya pasti berujung kekecewaan.

Seyogyanya, yang dibutuhkan saat ini adalah sistem politik Islam yang berasal dari Allah Taala, Pencipta dan Pengatur alam semesta, sistem politik yang telah dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad Saw. []

Dian Novita Zebua, S.Si, Mahasiswi Pascasarjana di Bandung.

Artikel Terkait

Back to top button