MASAIL FIQHIYAH

Demonstrasi Berujung Rusuh, Bagaimana Hukumnya?

Dari prinsip tersebut lahir berbagai ketentuan mengenai tata cara memperoleh harta yang benar, larangan untuk menyia-nyiakannya, serta penerapan sanksi bagi pelanggaran yang menyangkut harta, seperti pencurian, perampokan, korupsi, dan bentuk kejahatan serupa.

Ayat Al-Qur’an yang secara jelas menerangkan larangan melakukan perusakan fasilitas umum adalah surah Al-A‘rāf [7]:56:

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.

Menurut para ulama tafsir, konsep kerusakan di muka bumi memiliki makna yang sangat luas, mencakup kerusakan fisik, spiritual, dan sosial. Menurut Imam Al-Qurthubi dan Ibnu Katsir dalam Tafsīr-nya masing-masing, Allah melarang segala bentuk kerusakan, baik kecil maupun besar, setelah adanya kebaikan. Mereka menekankan bahwa kerusakan yang terjadi setelah perbaikan adalah yang paling merugikan manusia karena dampaknya yang besar bagi masyarakat.

Sementara itu, Imam Ibnul Qayyim lebih memfokuskan definisi kerusakan pada aspek spiritual dan ketaatan kepada Allah. Baginya, kerusakan terbesar adalah maksiat dan syirik, yaitu menyekutukan Allah, serta menyeru kepada selain ketaatan kepada-Nya. Ia menegaskan bahwa perbaikan bumi hanya dapat terwujud dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang disembah dan mengikuti ajaran Rasul-Nya.

Syaikh Wahbah Al-Zuhaylī dalam Al-Tafsīr al-Munīr memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai jenis-jenis kerusakan yang dilarang. Kerusakan tersebut mencakup perusakan agama (kekufuran dan bid’ah), jiwa (pembunuhan), harta (pencurian), akal (minuman keras), dan nasab (perzinaan).

Terakhir, Syaikh Thahir bin Asyur dalam Al-Taḥīr Wa al-Tanwīr menegaskan bahwa kata “bumi” dalam konteks ini merujuk pada seluruh dunia, yang berarti kerusakan di satu bagian bumi pada hakikatnya adalah kerusakan bagi keseluruhan dunia.

Berdasarkan uraian di atas, perusakan fasilitas umum dan penjarahan harta orang lain merupakan dua contoh konkret dari perusakan bumi dalam aspek harta. Tindakan merusak fasilitas umum, seperti halte bus atau rambu jalan, termasuk dalam kategori ini karena mengganggu sistem ekonomi dan kenyamanan masyarakat. Halte yang dirusak, misalnya, akan menghentikan aktivitas ekonomi masyarakat yang menggunakannya. Akibatnya, roda ekonomi akan terhambat dan kerugian pun akan menimpa banyak orang.

Begitu pula dengan penjarahan, tindakan ini bertentangan dengan prinsip dasar Islam yang sangat menjunjung tinggi hak kepemilikan. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisā’  [4]:29:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button