Dengan Al-Qur’an, Kita Merdeka
Ada orang merasa merdeka dengan akalnya. Dengan nafsunya. Dengan hartanya. Dengan kekuasaannya. Kaum mukmin tidak. Kaum mukmin merdeka dengan Al-Qur’an yang mulia. Kaum mukmin merdeka dengan teladan Rasulullah tercinta.
Al-Qur’an memberikan cahaya bagi mereka. Al-Qur’an menjadi inspirasi bagi mereka. Al-Qur’an menjadi petunjuk bagi mereka. Al-Qur’an menjadi pemimpin bagi mereka.
Mereka yang merdeka dengan akalnya lupa bahwa akal itu terbatas. Akal seseorang itu terbatas dengan pengetahuan dan pengalamannya. Hingga ketika ia menemui hal yang baru -di luar akalnya- mandeklah akal atau pikirannya. Lihatlah bagaimana akal akhirnya keliru menciptakan bom atom atau bom nuklir yang justru itu akan menghancurkan manusia sendiri. Akal keliru ketika menempatkan militer sebagai penguasa tertinggi negara, sehingga negara menjadi rusak atau kacau.
Merdeka dengan nafsunya lebih rusak lagi. Ia sehari-hari hanya memikirkan bagaimana memuaskan nafsu rendahnya. Nafsu seksnya, nafsu kuasanya, nafsu emosinya. Akalnya menjadi tidak berjalan karena nafsu telah menguasai dirinya. Ia menjadi egois dan lupa kepada kemaslahatan orang lain. Bila nafsu ini menjangkit pada pemimpin maka akan rusaklah negara itu.
Kerusakan itu dimulai dari pemimpin itu sendiri yang tidak bisa mengendalikan nafsunya. Orang yang dikuasai nafsu tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Ia berjalan hanya untuk memuaskan nafsu pribadi, sehingga merusak sekitarnya. Bila ia menjadi pemimpin, maka akan merusak kawannya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan juga negara-negara lain yang ia berhubungan dengannya.
Masyarakat awam mengira bahwa dengan memiliki harta yang banyak maka akan menjadi merdeka. Bisa beli segalanya. Bisa punya anak buah banyak. Bisa diangkat menjadi pemimpin atau raja dan seterusnya. Mereka lupa bahwa harta tidak bisa membuat bahagia. Orang yang rakus harta, akan terus rakus hingga milik orang lain pun akan dirampasnya. Ia tidak peduli orang lain menderita, yang penting harta banyak bisa dikuasainya. Karena dengan harta yang menumpuk itu ia merasa bisa mengendalikan banyak orang.
Pemimpin yang rakus harta sama berbahayanya dengan pemimpin yang dikendalikan nafsunya. Perakus ini akan terus memutar otak bagaimana hartanya bertambah terus tiap hari. Bagaimana hartanya melimpah dan anak cucunya ikut menikmati keberlimpahan ini. Perakus ini menjadi lupa daratan. Tidak peduli halam haram. Tidak peduli orang lain menderita karena ulahnya.
Para pejabat tinggi kita kebanyakan masuk dalam golongan perakus. Mereka menikmati gaji ratusan juta di tengah-tengah 60 juta penduduk miskin di tanah air. Ketika sifat rakus memenuhi diri, maka hilanglah empatinya kepada orang lain. Yang penting dirinya, keluarga dan anak cucunya senang meski jutaan rakyat menderita karenanya.
Kekuasaan memang menggiurkan. Kaum awam mengira bahwa dengan berkuasa maka dirinya akan merdeka. Dengan kekuasaan maka harta bisa diraih, pujian didapat, rakyat merapat dan nafsu terpuaskan. Nafsu seks, nafsu rakus harta, nafsu popularitas dan ‘nafsu-nafsu rendah lainnya’ pada manusia. Maka jangan heran kaum komunis -juga banyak kaum lain- menganggap bahwa kekuasaan adalah puncak kenikmatan.
Seseorang yang telah dirasuki nafsu kuasa, maka ia akan menggunakan segala cara untuk berkuasa. Membunuh (meski jutaan orang), mengkhianati masyarakat, berbohong, ‘menggunting teman’ akan dilakukan tanpa merasa dosa. Ia tidak sadar telah bersekutu dengan Iblis dalam mengejar atau mempertahankan kekuasaanya itu.
Begitu kekuasaan telah dinikmati, maka ia akan terus menjaga kekuasaanya agar tidak jatuh pada orang lain. Kalau jadi presiden atau raja, ia ingin diangkat menjadi presiden seumur hidup. Orang-orang di sekitarnya, karena telah disumpal mulutnya dengan uang dan jabatan, turut mengiyakan pemimpin yang telah rusak akhlaknya. Maka jadilah rusak negara itu.
Pemimpin yang haus kuasa dengki terhadap pemimpin lain yang setara dengannya. Ia ingin di atas para pemimpin-pemimpin lainnya. Ia ingin selalu dipuja atau ‘disembah’ kata-kata dan perilakunya. Ia telah menjadi Firaun yang berucap akulah Tuhanmu.