Dengki Jokowi pada Anies Baswedan
Perseteruan Jokowi kepada Anies mulai 2016. Yaitu saat presiden Jokowi mencopot Anies sebagai Mendikbud. Jokowi tidak menyampaikan alasan yang jelas pencopotan itu. Padahal Anies pada 2014 adalah juru bicara andalan dalam kampanyenya sebagai calon presiden.
Perseteruan berikutnya terjadi pada 2017. Yaitu saat Anies mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta. Saat itu Anies dinominasikan oleh ‘Jusuf Kalla dan Prabowo’ sedangkan Jokowi mendukung penuh Ahok sebagai calon gubernur. Jokowi gagal, Anies akhirnya menjadi gubernur dan beberapa proyek Jokowi-Ahok, seperti reklamasi, digagalkan Anies.
Meski kalah, Jokowi tetap mendukung Ahok. Kita ketahui Ahok kemudian diberikan tempat yang istimewa oleh Jokowi sebagai Komisaris Utama Pertamina.
Kini perseteruan Jokowi-Anies terus berlanjut. Jokowi ‘dengan segala cara’ berusaha menggagalkan rencana Anies untuk maju sebagai calon presiden 2024. Mulai dari ‘mengutus Luhut untuk melobi Surya Paloh’, melobi Paloh di Istana, mencalonkan Prabowo dan Ganjar sebagai pesaing Anies, hingga membentuk koalisi besar untuk mengalahkan Anies di pemilu 2024. Manuver Firli Bahuri di KPK untuk memperkarakan Anies dalam kasus formula E, ada yang menyatakan sepengetahuan Jokowi.
Koalisi besar ini memang kemauan Jokowi. Sebagai presiden, Jokowi bisa ‘memaksa’ Airlangga Hartarto, Prabowo, dan Zulkifli bersatu untuk membentuk koalisi. Begitu juga dengan PKB dan PPP yang kader-kadernya diangkat Jokowi jadi pembantunya.
Koalisi besar ini tentu saja masih centang perenang. Masih belum jelas siapa capresnya, Prabowo atau Ganjar. Juga siapa wapresnya, Muhaimin atau Airlangga.
Tentu PDIP juga ngiler terhadap koalisi besar itu. Tapi keinginan Megawati memberi garis merah bahwa capresnya harus dari PDIP nampaknya membuat koalisi besar itu ‘kurang cocok’ dengan PDIP.
Ke depan bola terus bergulir. Dari capres yang ada, baru Anies yang jelas mendapat dukungan lebih dari 20 persen (presidential threshold). Karena itu Anies leluasa sosialisasi atau ‘kampanye’ ke daerah-daerah di seluruh tanah air. Sosialisasi terakhir Anies ke kantong-kantong NU di Jawa Timur, membuat Jokowi cs makin ketar ketir.
Buruknya politik, kadang ‘cara-cara melanggar hukum’ digunakan untuk menjerat lawan politiknya. Seperti usaha KPK yang terus menerus berusaha untuk menjerat Anies dalam kasus Formula E. Dicopotnya Brigjen Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK karena tidak mau mengusut kasus Formula E, menunjukkan hal ini.
Mengalahkan Anies 2024 memang tidak mudah. Di setiap daerah yang dikunjunginya, ribuan massa mengelu-elukan Anies. Rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, memang merasakan kesumpekan di bawah pemerintah Jokowi. Kebijakan radikalisme, membanjirnya tenaga kerja China, penangkapan dai-dai yang tidak terlibat terorisme adalah diantara kebijakan Jokowi yang tidak menguntungkan umat Islam.
Anies adalah antitesa Jokowi. Ia tidak akan meneruskan kebijakan Jokowi yang merugikan rakyat Indonesia, khususnya umat Islam. Makanya jangan heran humas-humas Jokowi saat ini menghembuskan isu bahwa Anies adalah agen Amerika di Indonesia.