Dibombardir Zionis Israel, Pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah Gugur
Beirut (SI Online) – Pemimpin kelompok Syiah Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, gugur akibat serangan udara Israel di Beirut, Lebanon.
“Kemarin (Jumat waktu setempat), Israel menewaskan Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah sekaligus salah satu pendirinya, bersama dengan Ali Kar Karaki, komandan senior front selatan Hizbullah, dan komandan Hizbullah lainnya,” demikian klaim Pasukan Penjajah Israel (IDF) pada Sabtu (28/09/2024).
IDF mengungkapkan, pasukan udara Israel meluncurkan serangan presisi terhadap Markas Pusat Hizbullah yang berada di bawah bangunan perumahan di pinggiran Beirut.
Sementara itu kantor berita Prancis Agence France-Presse (AFP) melaporkan dengan mengutip sumber Hizbullah bahwa gerakan tersebut kehilangan kontak dengan Nasrallah pada Jumat malam (29/09).
Kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah, mengumumkan pada Sabtu (28/9) gugurnya pemimpin mereka, Hassan Nasrallah dalam serangan Israel ke Beirut.Hassan Nasrallah memimpin Hizbullah selama 32 tahun.
Menurut kelompok tersebut, Nasrallah ‘syahid’ dalam apa yang digambarkannya sebagai “serangan Zionis yang berbahaya” di pinggiran selatan Beirut, seperti dilansir Anadolu.
“Sayyed Hassan Nasrallah, Sekjen Hizbullah, telah bergabung dengan dengan rekan-rekannya yang mati syahid dan abadi, yang perjalanannya ia pimpin selama sekitar 30 tahun, menjadi seorang syuhada dalam perjalanan menuju Yerusalem dan Palestina,” ungkap Hizbullah.
Pada Jumat, Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke markas utama Hizbullah di pinggiran selatan Beirut.
Hingga berita diturunkan, sebanyak enam bangunan perumahan hancur dalam serangan tersebut, menurut media Lebanon.
Wakil Presiden Turki Cevdet Yilmaz mengatakan, jika informasi tentang wafatnya pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah terkonfirmasi, hal itu dapat memicu eskalasi geopolitik lebih lanjut yang ingin dicapai Israel.
“Tentu, kami perlu mengonfirmasi keterangan ini. Ini akan memicu eskalasi ketegangan geopolitik. Faktanya ini yang ingin dicapai Israel,” kata Yilmaz kepada CNN dalam sebuah wawancara, pada Sabtu (28/09). []