FINANSIAL

Dilema Maudy Ayunda Vs Dilema Gue

Lalu dimana sebenarnya bank? Penulis tidak bermaksud mengecilkan industri perbankan syariah yang sudah sangat besar dan juga berjasa untuk memperkenalkan ekonomi Islam kepada dunia. Tapi mungkin ini saatnya untuk berkembang lagi maju lebih jauh dari hanya sekedar memenuhi kebutuhan industri. Ekonomi Islam itu lebih besar dari hanya sekedar perbankan. Disana mencakup ekonomi mikro, makro, bahkan nano yang jarang orang ketahui dan ini berhubungan dengan serba serbi waris Islami. Jika seluas itu cakupan ekonomi Islam, akan sangat disayangkan jika mengasumsikan ekonomi Islam sama dengan perbankan Islam.

Tidak lama ini, Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) sudah meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) yang berisikan perencanaan strategis dari 2019 hingga 2024 untuk meningkatkan pertumbungan sektor-sektor terkait dengan ekonomi syariah (baca Islam) di tanah air dengan dibantu dengan ekosistem yang memadai. Ekosistem tersebut meliputi beberapa sektor industri halal dan melibatkan semua stakeholders terkait.

Sakinah Finance saat ini sedang bekerjasama dengan KNKS untuk meningkatkan literasi keuangan dari berbagai jenjang usia yang didalamnya terdapat pendidikan dan pendekatan apa saja untuk mempraktikan ekonomi Islam secara utuh (kaafah).

Sekolah Itu Buat Apa Sih?

Ini adalah hal yang menurut penulis cukup sensitif dan melibatkan banyak pihak. Selama ini yang penulis alami juga mungkin sebagian besar dialami oleh milenial lainnya tuntutan dari setelah mengenyam bangku pendidikan baik SMP, SMA dan sekolah tinggi adalah memenuhi kebutuhan industri. Karena mindset yang dibangun kalau udah kelar kuliah ya kerja atau kuliah lagi atau nikah. Angkatan ’95 pasti tahu banget deh dengan pilihan-pilihan dilematis itu sekarang.

Mungkin kita harus kembali membuka buku sejarah kita tentang revolusi pendidikan pasca era industri yang mulanya dimulai dari Britania raya dan menyebar ke seluruh dunia. Jika kita melihat sejarahnya orang dulu di berbagai belahan dunia akan menurunkan bakatnya kepada anak-anaknya. Sehingga biasanya nama seseorang memiliki gelar sesuai dengan profesinya. Seperti taylor (penjahit), smith (tukang besi) juga farmer (petani). Tetapi pasca revolusi industri ada tuntutan kebutuhan industri yang tinggi sehingga dibuatlah sekolah-sekolah formal untuk memenuhi kebutuhan industri.

Dan berlanjut dengan dibuatnya institusi pendidikan sejak usia dini untuk meningkatkan tingkat literasi dari calon-calon tenaga kerja yang cerdas juga sesuai dengan kebutuhan industri. Model pendidikan ini terlihat seperti shortcut untuk terlibat dalam industri sebagai karyawan atau menjadi pegawai pemerintahan yang memiliki penghasilan tetap dan terjamin. Tapi mengesampingkan urgensi dari ilmu itu sendiri.

Ilmu Itu Versus atau Featuring Industri?

Pada forum, kelas dan berbagai diskusi sering dilontarkan pernyataan kesuksesan seseorang itu tidak dipengaruhi oleh pendidikan. Bahkan ada yang mengatakan saya yang tidak lulus SD saja bisa memiliki perusahaan dengan belasan ribu karyawan. Sementara kawan yang juara umum dikelas hanya menjadi tenaga pendidik. Pernyataan-pernyataan seperti itu sangat penulis sesalkan karena ia adalah orang yang berpengaruh dan mampu membangun statement di masyarakat.

Bahkan ada beberapa dosen dan guru penulis yang pernah menyepakati statement tersebut hingga disampaikan di kelas. Setiap orang bebas beropini tetapi perlu diperhatikan dampak dari opini yang dilontarkannya tersebut apalagi jika termasuk orang yang berpengaruh. Dari statement itu seolah-olah terlihat ada pihak yang lebih unggul dari yang lain.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button