Din Syamsuddin: Muhammadiyah Alat untuk Menegakkan Al-Islam
Jakarta (SI Online) – Ketua Umum PP Muhammadiyah dua periode, Prof. Din Syamsuddin berkesempatan mengunjungi kawasan pertama kali Muhammadiyah masuk ke pulau Kalimantan, yakni Kecamatan Alabio, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Ahad, 5 Januari 2025.
Din mengaku kedatangannya ke Alabio adalah untuk pertama kali. Saat menyampaikan ceramah dalam Tabligh Akbar di Muhammadiyah Boarding School (MBS) Nurul Amin Alabio, Din Syamsuddin menyampaikan bahwa Muhammadiyah masuk pertama kali ke Alabio terjadi pada 1925.
“Alhamdulillah, saya sungguh bersyukur kehadirat Allah SWT dan berbahagia dapat hadir untuk pertama kali walaupun bukan yang terakhir di Alabio Kabupaten Hulu Sungai Utara ini. Dan saya menyaksikan secara langsung bahwa Alabio disebut cikal bakal Muhammadiyah tidak hanya di Kalimantan Selatan tetapi juga di Pulau Kalimantan secara keseluruhan,” ungkap Din.
Kehadiran Muhammadiyah di tanah Borneo, kata Guru Besar UIN Jakarta itu, adalah salah satu bukti peran Muhammadiyah untuk memajukan semua. Peran keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan ini sebagai model gerakan khas yang dimiliki oleh Muhammadiyah.
Din Syamsuddin mengingatkan, bahwa Muhammadiyah atau ormas Islam yang lain bukanlah tujuan, melainkan sebagai alat untuk mencapai tujuan yaitu mencari rida Allah SWT. Dengan demikian, organisasi tidak menjadi ruang untuk saling bertentangan dan bersih tegang.
“Semuanya itu adalah alat perjuangan, sarana perjuangan, sarana dakwah, dan jihad kita untuk menegakkan Al Islam menjadi agama yang kita junjung tinggi,” ungkap Din seperti dilansir Muhammadiyah.or.id.
Sebagai sebuah sarana berjuang, maka warga Muhammadiyah diminta Din Syamsuddin untuk memiliki rasa memiliki. Selain ditampilkan secara simbolis, Muhammadiyah diharapkan oleh Din juga ditampilkan secara substantif, menghayati visi dan misi, serta tujuan Muhammadiyah.
Menyebutkan tujuan Muhammadiyah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Din Syamsuddin menyampaikan itu adalah tujuan mulia dan memposisikan Muhammadiyah sebagai sarana perjuangan.
Dalam usaha merealisasikan maksud dan tujuan Muhammadiyah itu, menurutnya diperlukan wawasan inklusif, tidak eksklusif. Muhammadiyah tidak boleh egois hanya mementingkan diri sendiri, dan menutup pintu bagi yang lain bahkan termasuk dengan umat beragama lain.
Mantan Ketua Umum MUI itu pun kembali menyampaikan rasa syukurnya adanya pesantren Muhammadiyah di daerah tersebut.
“Saya bersyukur di tempat ini ada pesantren Muhammadiyah. Dulu di Muhammadiyah ini tidak menjadi tradisi mendirikan pesantren, Muhammadiyah itu mendirikan sekolah secara modern, tapi terakhir ini Muhammadiyah mendirikan pesantren. Dimana menurut lembaga perkembangan pesantren ada 444 pesantren Muhammadiyah sekarang,” tuturnya.
“Awalnya SMP, SMA, siswanya pulang pergi, dibangun asrama, jadilah pesantren, tidak mau menggunakan istilah pesantren dipakailah istilah bahasa Inggris jadilah Muhammadiyah Boarding School (MBS), itulah awal dijadikannya MBS,” sambungnya.