Din Syamsuddin: Umat Islam Berperan Besar dalam Perjuangan Kemerdekaan
Kairo (SI Online) – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Professor Din Syamsuddin menjadi narasumber dalam konferensi tentang Pembaruan Pemikiran Islam yang diadakan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir yang digelar 27-29 Januari 2020.
Din Syamsuddin mendapat giliran berbicara pada sesi pertama setelah pembukaan yang dipimpin mantan Sekjen OKI dari Turki Akmal Ehsanoglu. Selain Din Syamsuddin, tampil pula Presiden Dewan Islam Bahrain Syaikh Abd. Rahman al-Khalifa, dan Rektor Universitas Al-Azhar Mohammad Al-Mahrasawy.
Dalam pidatonya Din memaparkan tentang peran organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia dalam pembaruan pemikiran Islam untuk pembangunan nasional Indonesia.
Mengawali pidatonya, Din mengatakan konferensi yang digelar di Al Azhar itu penting dan tepat waktu. Alasannya, karena diselenggarakan di tengah “kerusakan global akumulatif” yang melanda dunia dan merusak peradaban umat manusia. Kerusakan akumulatif tersebut, kata Din, bersumber pada sistem Ddunia yang berpangkal pada paham sekuler-liberal.
“Sekularisme-liberalisme ini telah mendorong liberalisasi ekonomi, politik, dan budaya.,” ungkam mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.
Bicara tentang ormas Islam, Din memaparkan, di Indonesia terdapat tidak kurang dari 100 organisasi Islam yang bersifat organisasi massa dengan jumlah pendukung jutaan. Mereka sejatinya merupakan gerakan kebudayaan yaitu bertujuan menguatkan landasan budaya dalam kehidupan masyarakat. Maka organisasi-organisasi itu melakukan pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial, hingga ke pemberdayaan ekonomi.
Din menjelaskan, sebagian dari organisasi-organisasi itu sudah berdiri pada awal abad keduapuluh, di saat zaman pergerakan dan perjuangan kemerdekaan. Karenanya usia ormas-ormas tersebut lebih tua dari negara Indonesia. Bahkan, kemerdekaan Indonesia sangat ditentukan dan diwarnai oleh pemikiran dan gerakan organisasi-organisasi tersebut.
Din menyebut tokoh-tokoh Indonesia banyak yang berasal dari ormas Islam. Proklamator RI Ir Sukarno dan Jenderal Sudirman, Pendiri TNI, berasal dari Muhammadiyah. Demikian pula dengan salah seorang perumus Konstitusi Indonesia KH. A. Wahid Hasyim dari Nahdhatul Ulama. Guru dari banyak tokoh Indonesia adalah HOS Cokroaminoto dari Syarikat Islam.
“Itulah yang mempengaruhi arsitektur negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila sangat memiliki celupan (shibghah) Islamiyah dan bersifat wasathiyah,” tandasnya.
Mantan Ketua Umum MUI Pusat itu kembali menegaskan, sebagai bagian terbesar dari rakyat Indonesia, umat Islam telah berperan besar dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan Indonesia. “Maka umat Islam memiliki tanggung jawab yang besar pula akan kemajuan Indonesia,” kata Din.
Atas peran ormas dan tokoh Islam inilah, akhirnya dirumuskan bentuk negara Indonesia berdasarkan Pancasila. Hubungan antara agama dan negara dalam negara Pancasila bersifat simbiotik mutualistik. Nahdlatul Ulama (NU) menynyebut negara Negara Pancasila adalah bentuk ideal dan final bagi bangsa Indonesia yang majemuk. Sedangkan Muhammadiyah menilai negara Pancasila sebagai Darul ‘Ahdi was Syahadah.
Dalam perspektif seperti inilah, organisasi-organisasi Islam di Indonesia terus berjuang untuk mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan cita-cita pembentukannya, yaitu Indonesia yng bersatu, adil dan makmur, serta berdaulat.
“Oleh sementara organisasi Islam, negara demikian adalah baldatun thoyyibatun wa Robbun ghafur, dan ada yang membandingkannya dengan al-madinat al-fadhilah seperti digagas Al-Farabi,” ungkap Din.
Sebagai informasi, konferensi yang diselenggarakan atas arahan Presiden Mesir Abdul Fattah Asisi dan Syaikh Al-Azhar Ahmad Thoyyib ini dihadiri sekitar 300 tokoh ulama dan cendekiawan Muslim dari 41 negara.
Dari Indonesia konferensi tersebut dihadiri oleh anggota Majelis Hukama Islam Dunia Quraish Shihab, Ketua Asosiasi Alumni Al-Azhar, TGB Zainul Majdi, Direktur Museum Al-Qur’an Mukhlis Hanafi, dan Pimpinan Pondok Modern Tazakka, Batang, Jawa Tengah, KH. Anizar Masyhadi.
red: shodiq ramadhan