RESONANSI

Diperlukan Kedaruratan: RUU Kedaulatan Ekonomi Konstitusi dan RUU Digitalisasi

In Memoriam Dr. Muhammad Sukri.

Sesungguhnya artikel ini menjadi semacam wasilah, sebagai bentuk penugasan kepada saya dari seorang sahabat, Dr. Muhammad Sukri.

Setelah bermobil Camry cukup tua berdua ke Cirebon — saat itu masih dalam suasana euforia pesta demokrasi dua bulan jelang Pilpres 2024–mengikuti suatu kegiatan kesukarelawanan partisipasi politik dikarenakan beliau Ketua Umum Anies for Presiden (AFP) dengan jejaringnya tersebar di 20 provinsi di seluruh Indonesia.

Juga selaku Ketua Umum Bintang Mercy Perubahan Indonesia, beliau salah satu pengurus dan kader politikus senior yang kritis membelot dan mengoposisikan diri dari Partai Demokrat. Bersamaan Partai Demokrat sendiri berulah telah berbalik arah untuk begabung dengan Koalisi Indonesia Maju pengusung Prabowo-Gibran.

Sebaliknya, mas Sukri panggilan akrab saya kepadanya, adalah pendukung militan Anies-Muhaimin —-sama selayaknya saya yang ingin Indonesia berubah, paling tidak mengganti rezim salah arah Jokowi beserta jaringan hereditasnya melalui politik dinasti dan koncoisme yang bakal melanjutkan sebagai keserakahan dan kerakusan agent of continuing rezim Jokowi nanti.

Padahal, nyaris setelah tidak bertemu lebih dari satu dekade, beliau adalah seorang yang paling concern berjuang di bidang pergerakan perkoperasian.

Setelah menuntaskan kuliahnya di Ikopin dan mendapatkan gelar doktoralnya di universitas Pasundan Bandung, beliau sering mendapatkan penugasan dari pelbagai NGO dan negara untuk melakukan comparative study perihal kelembagaan perkoperasian di Jepang, Korea Selatan, Denmark dan Finlandia, serta beberapa negara Skandinavia lainnya.

Dan banyak jabatan fungsional terakhirnya pun masih berkutat di sekitaran dunia pergerakan perkoperasian sebagai Sekum Yayasan Ikopin bergerak di bidang pendidikan perkoperasian, Wakil Ketua Umum DEKOPIN saat era Prof Dr Sri Edi Swasono dan Ketua Umum Koppontren Indonesia didirikan bersama KH Dr. Said Aqil Siroj.

Namun, nyaris sebulan setelah itu —sebelumnya tanpa sakit, mendadak di saat tengah rakaat kedua shalat Isya beliau berpulang untuk selama-lamanya keharibaan pangkuan Allah SWT.

Bertepatan setelah menghadiri acara konsolidasi dukungan kepartaian terkait persiapan beliau dalam pencalonannya sebagai Walikota Cirebon di Pilkada November 2024 mendatang. Qadarllah, takdir Allah menentukannya lain.

Di saat perjalanan bersama ke Cirebon lalu itu, beliau bersetuju, supaya saya menuliskan catatan-catatan diskursus-dialektisnya tentang sistem perekonomian Indonesia yang an sich memang belum ada yang menjadi padanan penerapannya sesuai Pasal 33 UUD 1945 semenjak negara Republik ini merdeka.

Gaya dan cara penulisan dengan analisis jurnalistik dikarenakan saya seorang jurnalis independen bukan dosen dan guru besar —lazimnya melalui pendekatan analisi formil keilmuan akademis — tidak membuatnya keberatan.

Maka, didorong oleh situasi dan kondisi kedaruratan perekonomian Indonesia yang semakin hari semakin membahayakan sekarang ini: memacu dan memicu saya meraciknya di artikel jurnalis ini sebagai preliminary dari pemikiran besar dalam disertasi beliau tentang “The Economic Constituonality” —sekaligus untuk mengakomodasi catatan-catatan singkatnya hasil diskursus-dialektis mas Sukri dengan saya itu yang masih tersimpan baik di almari memori saya:

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button