Dua Dampak Negatif Bila Ortu Gemar Marahi Anak Berlebihan
“Kenapa anak saya jadi suka bohong? Di DNA saya harusnya enggak ada DNA suka bohong,” tutur Khamsha.
Namun, kebohongan sering kali menjadi mekanisme pertahanan anak untuk menghindari kemarahan orangtua, dan bukan merupakan keturunan dari orangtua.
Ketika anak merasa kebutuhannya tidak dipahami atau tidak bebas mengekspresikan dirinya, ia memilih jalan pintas dengan berbohong agar merasa lebih aman.
“Dia tidak bebas mengekspresikan diri, bahkan valid needs-nya dia. Sehingga, dia akhirnya harus menutupi valid needs-nya dia dengan kebohongan,” ungkap Khamsha.
Misalnya, ketika anak menyampaikan sesuatu pada orangtua, respons orangtua adalah marah.
Sehingga, anak takut untuk berkata jujur karena merasa apa pun yang diekspresikannya hanya akan membuat orangtuanya marah. Ia memilih berbohong agar orangtuanya tidak memarahinya.
“Dia akan mengantisipasi, memprediksi bahwa saya akan kena marah. Jadi dia menyelamatkan dirinya dengan berbohong,” pungkas Khamsha.
Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mengevaluasi cara mereka merespons anak. Bukannya marah, cobalah berkomunikasi dengan empati dan pengertian.
Memberikan anak ruang untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan akan membantu mereka merasa dihargai.
Dengan pendekatan ini, anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang jujur, percaya diri, dan mampu menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
“Tindakan manusia itu sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungannya. Makanya, anak memang butuh respons yang penuh kasih sayang,” tutup Khamsha.[]