IBADAH

Dua Syarat Diterimanya Amal Ibadah

Ayat ini nyata menjelaskan kewajiban ittiba’ kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam hadits shahih berikut ini juga ditegaskan,

عَنْ أُمِّ المُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: «مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: «مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»

Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-ngada dalam urusan kami ini yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.” (HR Al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa yang beramal tanpa ada perintahnya dari kami, maka amal itu tertolak.” (HR Muslim no. 171)

Hadits ini nyata-nyata mengharamkan beribadah menyalahi sunnah Rasul.

Jadi kita beramal shalih atau ibadah wajib mengikuti sunnah Rasul bukan mengikuti tradisi nenek moyang.

Suatu ibadah tiada landasan syara’ itu namanya bid’ah yakni membuat syariat baru dalam beragama.

Ada kaedah fikih yang cukup ma’ruf di kalangan para ulama,

الأصل في العبادات التحريم

“Hukum asal ibadah adalah haram (sampai adanya dalil).”

Dengan kaedah di atas tidak boleh seseorang beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah kecuali jika ada dalil dari syari’at yang menunjukkan ibadah tersebut diperintahkan. Sehingga tidak boleh bagi kita membuat-buat suatu ibadah baru dengan maksud beribadah pada Allah dengannya.

Di antara dalil kaedah adalah firman Allah Ta’ala,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syuraa: 21).

Semoga kita diberikan taufiq dan hidayah dari Allah Ta’ala sehingga kita tetap istiqamah beribadah dengan ikhlas karena Allah dan sesuai sunnah Rasulullah saw. Aamiin. Wallahu a’lam bishshawab.

Kuala Tungkal, 15 Ramadhan 1446

Abd. Mukti, Pemerhati Kehidupan Beragama.

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button