Dunia Islam Butuh Kemandirian Teknologi

Konflik militer antara Iran dan Israel yang memanas di pertengahan 2025 ini bukan sekadar pertarungan militer. Dalam sudut pandang (POV) yang lain, ini merupakan cerminan tentang makna kemandirian teknologi.
Dari berbagai pemberitaan, dilaporkan bahwa dunia dapat melihat bagaimana Iran mampu meluncurkan serangan drone dengan presisi tinggi, memanfaatkan sistem rudal buatan dalam negeri, dan tetap menjaga jaringan komunikasi militernya di tengah upaya sabotase siber dari luar negeri.
Adanya pro dan kontra pada Iran menjadi satu hal tak bisa dipungkiri. Namun, kemandirian teknologi membuat mereka tetap berdiri, bahkan saat dunia mengucilkan, memboikot, dan mengisolasi.
Kemandirian Suatu Keharusan
Umat Islam perlu jujur. Mayoritas negara Muslim lain, termasuk Indonesia, saat ini masih belum siap jika menghadapi embargo militer atau perang siber besar-besaran. Adanya ketergantungan pada teknologi asing, mulai dari alat tempur, sistem navigasi, bahkan komunikasi, membuat banyak negeri Muslim masih lemah jika sewaktu-waktu diputus dari “soket global”.
Jika hari ini Iran masih mampu melawan, tidak terlepas dari puluhan tahun sebelumnya mereka menanam investasi besar di riset teknologi lokal, membina ilmuwan dalam negeri, dan “berani hidup susah” demi tidak bergantung pada Barat.
Namun jika kita terus membiarkan ketergantungan itu terjadi, bukankah justru kita sedang membuka jalan sendiri untuk dijajah kembali (meski tanpa senjata)?
Negeri Muslim Menjadi Pasar Teknologi
Mayoritas negeri Muslim hari ini lebih banyak menjadi pasar teknologi, bukan produsen teknologi. Kita membeli persenjataan dari luar, lalu bergantung pada mereka untuk suku cadang dan pemeliharaannya. Kita memakai aplikasi komunikasi global, tapi tak punya kendali atas datanya. Kita punya kampus teknik, tapi masih sedikit yang risetnya diterapkan untuk kebutuhan strategis nasional.
Sebagian dari kita justru bangga mengimpor teknologi terbaru, padahal justru itu bukti paling nyata bahwa kita belum mampu berdiri sendiri. Sementara itu, Iran menunjukkan hal sebaliknya, meski diembargo, mereka membuat sendiri apa yang mereka butuhkan.
Pelajaran dari Iran: Jalan Sulit yang Membebaskan
Iran bukan tanpa cacat, namun pelajaran strategis dari mereka cukup jelas. Mereka bersedia investasi bertahun-tahun di R&D meskipun dunia memusuhi. Mereka membangun kapasitas produksi nasional dari level alat kesehatan, rudal, hingga nuklir. Mereka mendidik ribuan ilmuwan lokal dan menciptakan teknologi.
Semua itu bukan karena mereka lebih cerdas, namun karena mereka lebih serius dan konsisten. Imam Ibn Qayyim berkata: “Ilmu adalah cahaya, dan cahaya tidak diberikan kepada pelaku dosa dan malas berpikir.”
Dunia Islam Perlu Mengubah Keadaan
Jika konflik Iran-Israel adalah panggung dunia untuk melihat siapa yang mandiri dan siapa yang tergantung, maka negeri-negeri Muslim lain perlu bertanya: saat ini kita berada di posisi yang mana?
Apakah siap menghadapi perang siber global jika sistem komunikasi kita semua menggunakan teknologi asing? Apakah kita siap jika sistem satelit navigasi diblokir dan kita tak bisa menerbangkan pesawat sendiri? Apakah kita siap jika tiba-tiba tidak bisa mengimpor drone atau vaksin?