SOSOK

Ekologi-Sufistik dan Keteladanan Abah Anom

Ekologi-Sufistik Abah Anom

Lingkungan bukan objek eksploitasi keserakahan manusia, tapi subjek agar Bersama-sama menciptakan harmoni demi kelangsungan hidup bersama. Dalam Riwayat al-Tirmidzi, Rasulullah Saw menyerukan, “kasihanilah segala penghuni bumi niscaya akan kasih kepadamu yang ada di langit”. Cinta terhadap alam sejatinya telah diteladankan para sufi seperti tampak dalam syair-syair yang mereka bikin. Jalaluddin Rumi misalnya dalam syairnya:

“Di taman ada beratus-ratus kekasih nan menawan. Bunga mawar dan bunga tulip menari berputar-putar. Di anak sungainya mengalir air bening. Semuanya ini adalah dalil: itulah Dia”.

Rumi meyakini bahwa alam dan isinya adalah tabir beraneka warna yang menutupi wajah Sang Kekasih. Melalui Pondok Pesantren Suryalaya Abah Anom tidak hanya mengajarkan aspek spiritual tarekat, melainkan pelestarian lingkungan. Pandangan Abah Anom tentang lingkungan tercermin dalam nama pepelakan atau dalam bahasa Indonesia “menanam untuk memelihara lingkungan”. Menekankan pentingnya menanam kebaikan dan memelihara alam sekitar sebagai bagian integral dari kehidupan spiritual manusia.

Konsep ini bukan hanya berbicara tentang menanam dalam arti harfiah, tetapi juga tentang menanam nilai-nilai kebaikan dalam diri dan masyarakat, serta memelihara keseimbangan alam sebagai bentuk ibadah. Dalam ajaran Abah Anom, menanam tidak hanya dipandang sebagai aktivitas fisik, tetapi memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Menanam dilihat sebagai proses yang mencerminkan perjalanan spiritual manusia.

Abah Anom mengajarkan bahwa setiap tahap dalam proses menanam memiliki makna spiritual. Pertama, mempersiapkan tanah bisa dianalogikan dengan membersihkan hati dari sifat buruk. Kedua, menanam benih dilihat sebagai menanamkan niat baik dan iman dalam hati. Ketiga, menyiram dan merawat bisa dipahami sebagai proses mujahadah (perjuangan spiritual) dan riyadhah (latihan spiritual). Keempat, menunggu tanaman berbuah mengajarkan kesabaran dan tawakal kepada Allah SWT (Solihin, 2024). []

Dimas Sigit Cahyokusumo

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button