EKBIS

Ekonomi Gig dalam Pandangan Islam

Untuk menjaga kejujuran dan transparansi ini, negara semestinya wajib melakukan intervensi. Namun, dalam sistem ekonomi kapitalis yang berlaku di negeri ini, para pemegang modal besar sering kali mendapatkan aturan yang menguntungkan, sehingga keberpihakan terhadap pekerja gig masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam menawarkan solusi bagi peran simsar atau platform ini.

Negara wajib memastikan bahwa platform-platform mempraktikkan aturan dan nilai syariah berikut:

Pertama, kejujuran dan amanah. Simsar wajib jujur dalam menyampaikan informasi tentang barang atau jasa dan tidak boleh menyembunyikan kekurangan apa pun. Dalil Al-Qur’an: Surat Al-An’am [6:152] – “…dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, berkatalah jujur, sekalipun dia kerabat(mu)…”

Kedua, transparansi upah/komisi. Upah atau komisi simsar harus jelas, disepakati di awal, dan tidak mengandung ketidakjelasan (gharar). Dalil Al-Qur’an: Surat An-Nisa’ – “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…” (Ayat ini menekankan pentingnya kerelaan kedua belah pihak dalam kesepakatan upah yang jelas).

Ketiga, tidak ada kezaliman dan suap. Simsar tidak boleh berbuat zalim, memihak secara tidak adil, atau menerima suap (risywah) untuk memanipulasi transaksi. Dalil Al-Qur’an: Surat Al-Baqarah [2:188] – “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Keempat, objek transaksi harus halal. Simsar hanya boleh memperantarai barang atau jasa yang diizinkan (halal) dalam syariat Islam. Dalil Al-Qur’an: Surat Al-Baqarah [2:275] – “…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Ayat ini menegaskan prinsip kehalalan transaksi jual beli dan larangan terhadap yang haram).

Kelima, tolong-menolong dalam kebaikan. Peran simsar harus bertujuan untuk memfasilitasi transaksi yang membawa kebaikan dan manfaat bagi semua pihak. Dalil Al-Qur’an: Surat Al-Maidah [5:2] – “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…”

Relevansi Sejarah dan Panggilan Berdakwah

Sistem Islam dalam mengatur ekonomi gig bukanlah hal yang baru. Dalam sejarah kekhalifahan Islam, meskipun konsep “gig ekonomi” modern tidak ada karena belum ada platform digital dan struktur sosial yang mendukungnya, kita bisa melihat analogi longgar pada beberapa jenis pekerjaan sementara yang dibayar per tugas.

Contohnya adalah pengangkut barang harian (hamal/naqil) yang dibayar per perjalanan, penulis atau penyalin dokumen (katib) yang bekerja berdasarkan proyek, makelar atau perantara jual beli (simsar/dallaal) yang mendapat komisi per transaksi berhasil, pemandu perjalanan atau karavan yang dipekerjakan untuk rute tertentu, dan pekerja musiman di pertanian yang dibutuhkan saat panen. Meskipun tanpa platform digital, pekerjaan-pekerjaan ini mencerminkan prinsip dasar ekonomi gig: pekerjaan fleksibel, berbasis tugas, dan pembayaran berdasarkan hasil.

Dengan demikian, sesungguhnya Islam adalah ideologi paling sempurna dan paling sesuai fitrah manusia. Semua permasalahan yang kita hadapi saat ini, termasuk dalam ekonomi gig, pada dasarnya karena umat muslim belum menerapkan Islam secara kafah.

Oleh sebab itu, penulis mengajak para pembaca agar senantiasa mencintai Islam secara kafah, bersedia mempelajari lebih dalam, kemudian ikut mendakwahkan Islam kafah agar seluruh permasalahan umat bisa terselesaikan dengan cara yang diridai Allah SWT.[]

Imam Suyudi, Praktisi Bisnis Syariah.

Laman sebelumnya 1 2
Back to top button