NASIONAL
Enam Dugaan Pelanggaran Hukum dan HAM dalam Kerusuhan 21-22 Mei
Kesimpulan dan Rekomendasi
- Berangkat dari temuan-temuan tersebut, kami menyimpulkan bahwa kasus tewasnya 8 orang selama kerusuhan tanggal 21 – 22 Mei ini masih belum bisa dijelaskan dengan terang, baik sisi penyebab kematian, aktor yang menembak korban dan senjata yang digunakan, dan status korban (apakah peserta aksi atau bukan). Oleh karena itu, untuk pengungkapan kasus penembakan tersebut kami mendesak; Pertama, Kepolisian harus menyelesaikan kasus ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku; Kedua, Kepolisian harus jujur, transparan dan akuntabel, termasuk mencegah terjadinya perusakan barang bukti yang dapat mengaburkan dan menghambat penyelidikan dan penyidikan kasus (obstruction of justice); Ketiga, Kepolisian menjamin hak – hak keluarga koban penembakan dalam mengupayakan keadilan atas kasus ini.
- Mengenai proses hukum terhadap orang-orang yang ditangkap, telah terdapat dugaan yang cukup tentang adanya penyiksaan, pelanggaran hukum acara pidana yang membuat proses hukum terhadap para tersangka layak untuk dinyatakan tidak sah. Berkenaan dengan persoal ini, kami meminta; Pertama, Kepolisian harus membuka akses bagi keluarga dan penasihat hukum untuk bertemu dengan orang-orang yang ditangkap; Kedua, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ombudsman RI (ORI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang tergabung lintas lembaga negara untuk National Preventif Mechanism (Mekanisme Pencegahan Penyiksaan) melakukan misi kunjungan, pemantauan terhadap ke tempat – tempat penahanan dalam kasus ini untuk menindaklanjuti dugaan penyiksaan yang terjadi, termasuk memastikan bahwa tidak ada orang yang tidak bersalah menjalani proses hukum, dan bagi yang diduga bersalah untuk mendapatkan hak-haknya selama menjalani proses hukum.
- Mendasari pada kondisi dan temuan tersebut, kami mendesak lembaga negara yang memiliki fungsi pemantauan, pengawasan, penyelidikan, perlindungan seperti Komnas HAM, LPSK, ORI, KPAI membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta Independen. Tim ini diantaranya bekerja untuk menemukan fakta – fakta peristiwa dan rekomendasi, melakukan pengawasan atas proses hukum yang berjalan, memberikan perlindungan bagi saksi atau pelapor. Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta Independen ini menjadi indikator penting untuk mengukur sejauhmana lembaga – lembaga korektif negara menjalankan fungsinya secara efektif, sekaligus mengukur sejauhmana pemerintahan Jokowi mengedepankan penegakan hukum dan hak asasi manusia.
Jakarta, 2 Juni 2019
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers
sumber: kontras.org