‘Endoorsment’ Jokowi, ‘Disdoorsment’ Presiden
Adanya stereotip dan atau perspektif suatu proses politik itu dinamis, tak terbukti. Fakta yang terjadi justru politik itu konspiratif. Ini yang tengah terjadi di dunia perpolitikan tanah air kita dewasa ini. Ketika institusi presiden sebagai kepala negara ikut endoorsment atau bercawe-cawe ke partai-partai politik beserta pilihan bacapres-cawapresnya jelang Pilpres dan Pemilu 2024 nanti.
Keniscayaan cawe-cawe itu bolehlah disebut sebagai politik berkalang dosa. Karena antitesis secara etika melanggar konstitusi. Bak raja, presiden otoritarian itu bisa berbuat apa saja seenaknya. Melakukan penerabasan dan penabrakan terhadap rambu-rambu.
Lantas, apakah perilaku politik semacam itu tidak bertalian dengan kesadaran intelektualitas politiknya yang tidak menyehatkan alias sebagai politik yang pesakitan?
Itulah jelas kentara ketika politik yang dimainkannya itu lebih condong ke machstated, ketimbang rechstated. Jika begini, politik itu tengah terjadi disinkronisasi dan disharmoni menjadi elitisme. Hanya dimiliki segelintir orang hipokrit feodalistik atau lebih populer istilahnya kini dengan politik oligarch:
Dalam kausalitas politik oligarki yang narsistis macam ini Jokowi memang seolah tengah semakin tinggi menaiki tangga kekuasaan dan pengaruhnya, tetapi di titik puncaknya justru berada di istana menara gading, bukan lagi di istana Merdeka yang beliau tinggali sekarang. Yang membuatnya bakal terperangkap dan terpenjara. Bahkan, teralienasi sesungguhnya.
Dikarenakan telah tercerabut dari akar-akar rumputnya yang merupakan akar-akar demokratisasi yang telah terbiarkan ditanggalkan dan ditinggalkannya.
Padahal, semangat demokrasi itu masih menguat kencang mencengkram di tanah kedaulatan rakyat di republik ini —yang biasanya masih dipegang teguh oleh kelompok reformis dan oposisi perubahan — yang tak lekang pula masih dijadikan pondasi dan pondamen dasar ideologi bernegara sesuai konstitusi kita UUD 1945.
Maka, ketika Jokowi mulai dengan pernyataannya tentang perlunya cawe-cawe atau endoorsment terhadap partai-partai pendukungnya maupun bacapres yang akan dipilihnya, semenjak itu pula sesungguhnya Jokowi telah membuka pintu politik disdoorsment bagi munculnya keburukan di kancah peraihan jabatan kepresidenannya.
Artinya, sesuatu yang memungkinkan terusir, tersingkirkan dan atau semakin terpinggirkannya untuk meraih jabatan politik kepresidenannya itu secara fairness, jujur dan adil.
Jokowi jabatan Presiden memang akan berakhir di Oktober 2024, tapi jangan berharap legacy Jokowi itu akan berlanjut dan atau dilanjutkan oleh hereditas, koloni, boneka dan kroni-kroni kekuasaannya.
Yang telah dipersiapkan oleh balad-balad anggota eks partai oligarkinya, PDIP, KIB dan atau kemudian bergabung KIR meskipun ketiga partai koalisi itu menggunakan strategi penggadaan kemenangan —two tier political strategy sekalipun.