Epidemi Tuberkulosis di Balik Agenda Sang Filantropis

Tak berselang lama dari peringatan Hari Tuberkolosis Internasional (24 Maret) lalu, filantropis sekaligus pendiri perangkat lunak Microsoft, Bill Gates, menyambangi Indonesia. Bagi presiden, kedatangannya adalah suatu kehormatan, mengingat akan ada sebuah kesepakatan besar di antara kedua belah pihak.
Kedatangannya bukan kali pertama, pun dengan dana yang ia gelontorkan. Sejak 2009, disebutkan, lebih dari US$159 juta atau setara Rp2,6 triliun (asumsi kurs Rp16.552 per dollar AS) dana yang ia gelontorkan ke Indonesia.
Dana ini tersebar ke beberapa sektor, antara lain esehatan US$119 juta, pertanian US$5 juta, teknologi US5 juta dan bantuan lainnya lebih dari US$28 juta. Dalam kunjungannya kali ini, Bill Gates menegaskan keinginannya agar Indonesia menjadi relawan uji klinis vaksin TBC.
Aksi Filantropi Berujung Komersialisasi
Pendiri Gates and Melinda Foundation itu mengatakan, berinvestasi pada organisasi yang meningkatkan akses vaksin global dapat memberikan keuntungan ekonomi hingga berkali-kali lipat. Meskipun menurutnya, keuntungan ini bukan untuk dirinya sendiri.
Tak lepas dari profilnya sebagai pengusaha, penting kiranya menilik kemitraan dan jaringan yang telibat dalam proyek vaksin Tuberkulosis (TB) generasi baru ini, M-72/ASO1E. Sederet produsen vaksin seperti Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI), Global Fund to Fight AIDS, Tubercolosis and Malaria, the Global Polio Eradication Initiative telah menerima donasi US$10 miliar (Rp143 triliun) dan beroleh manfaat ekonomi sebesar US$200 miliar (Rp2.864 triliun). Ini artinya, keuntungan proyek vaksin menjadi 20 kali lipat dalam dua dekade terakhir. Hal ini diungkapkannya dalam wawancara pada acara US Squawk Box 2019 silam.
Di sisi lain, kemitraan dalam upaya produksi vaksin massal di Indonesia, ia menggandeng PT Bio Farma. Sedangkan produsen luar antara lain GAVI yang memperluas suksesi vaksinasi di 92 negara berpenghasilan rendah. Di bidang riset dan teknologi tercatat ada Novavax, GSK, Gates MRI dan Aeras. Sebagai upaya pamungkas penggalakan vaksinasi nasional, Bill Gates berencana menggandeng BPOM dan tentunya WHO-PBB sebagai pucuk mandatori kebijakan vaksin global.
Nuansa kuat peratifikasian penyebarluasan vaksin M72/ASO1E bukan semata karena dorongan kemanusiaan dan kesehatan. Lerbih dari itu, negara berkembang dengan populasi padat serta memiliki otoritas rendah, rentan menjadi target pasar industri vaksin. Negara-negara tersebut digiring tunduk pada standar, kesepakatan hingga pemerataan akses vaksin hingga ke lini terkecil.
Sementara itu, di sisi lain, jurang kemiskinan tetap dibiarkan menganga. Akses air bersih kian sulit akibat privatisasi, lahan hijau dialih fungsi, mewujudkan sanitasi seperti ilusi, akses kesehatan berbasis asuransi berbalut frasa manis jaminan sosial, wajah alam pun kian tak dikenali akibat meluasnya polusi, Parahnya, komersiliasasi hampir melingkupi semua hajat publik. Lalu, akankah masalah TB tersolusi hanya dengan upaya vaksinasi?
Membangun Politik Kesehatan Tangguh
Dilihat dari patogenitasnya, penyakit infeksius perlu mendapat perhatian serius. Tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi menjadi indikator serta alarm bahaya yang harusnya membangunkan pemangku kebijakan.
Pengkajian holistik menjadi sesuatu yang tak bisa ditawar. Epidemi Tuberkulosis bukanlah seutas tali yang berdiri sendiri, tapi ia berkelindan dan saling menanut dengan berbagai faktor resiko dan penyebab. Walhasil, ia tak cukup dilihat dari sudut pandang medis semata, apalagi intervensi yang kental nuansa bisnis.
Upaya promotif menjadi langkah awal tentang pentingnya memiliki kesadaran hidup sehat dan edukasi yang mudah diterima. Penyebaran informasi yang massif menjadi kunci suksesnya upaya ini. Selanjutnya, upaya preventif dengan menggalakkan sanitasi lingkungan dan higien dapat memutus mata rantai peyebaran penyakit infeksius dan membasmi vektor penyakit. Tak kalah pentingnya, upaya kuratif harus memiliki efikasi tinggi, pemutakhiran teknologi kesehatan dan riset yang menunjang. Sebagai penyempurna, rehabilitasi mental dan mengembalikan rasa percaya diri penderita yang telah sembuh, akan membuatnya merasa diterima kembali baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Sebagai peradaban agung, Islam telah menorehkan jejak kegemilangan ekonomi yang menyejahterakan. Islam menjamin rakyat mampu memenuhi kebetuhuan primernya bahkan terbuka kesempatan lebar meraih kebutuhan sekunder dan terisernya. Ditunjang sistem keuangan yang kuat, kemandirian industri kesehatan seperti vaksin adalah hal yang niscaya, disertai struktur dan infrastruktur kesehatan yang optimal.