FINANSIAL

Esham, Solusi Mengatasi Defisit Fiskal?

Defisit fiskal merupakan tantangan yang terjadi bukan hanya pada negara modern, namun juga telah terjadi sejak masa lampau. Tidak terkecuali juga pada sejarah Islam. Bahwa pemerintahan pada masa kejayaan Islam juga pernah mengalami defisit fiskal yang luar biasa parah. Tinggal pertanyaannya, apa pelajaran yang bisa diambil dari sejarah perekonomian di masa lalu?

Bagaimanapun juga, tujuan mempelajari sejarah adalah dalam rangka menemukan jawaban atas kondisi hari ini dan proyeksi akan masa depan. Karena itu, Alquran banyak menceritakan sejarah, sebagai refleksi atas jawaban terhadap segala persoalan yang kita hadapi hari ini, dan memberi arah perbaikan pada masa depan. Termasuk dalam hal ini, mempelajari sejarah perekonomian Islam untuk memperbaiki kondisi hari ini dan masa depan perekonomian bangsa.

Salah satu hal menarik yang dapat dieksplorasi adalah terkait dengan konsep esham yang dikembangkan oleh Kekhilafan Turki Usmani di abad 18-19, ketika negara saat itu mengalami defisit fiskal yang cukup besar. Ruang fiskal pemerintah pada saat itu sangat sempit akibat kekalahan pada sejumlah perang sehingga pengeluaran negara untuk kepentingan militer dan pertahanan mengalami kenaikan yang sangat drastis.

Esham ini dikembangkan oleh Kesultanan Turki Usmani pada tahun 1775 dan dijadikan sebagai instrumen fiskal hingga tahun 1860. Jadi hampir satu abad instrumen ini telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Turki Usmani untuk mengatasi krisis fiskal, tanpa menambah beban utang yang tercatat dalam APBN mereka.

Definisi Esham

Esham, yang berasal dari kata sehm dalam bahasa Turki, sahm dalam bahasa Arab, atau saham dalam bahasa Indonesia, merupakan instrumen keuangan publik yang dikembangkan Turki Usmani, melalui penjualan anuitas atau bagian dari pendapatan masa depan negara kepada publik. Esham merupakan instrumen yang pada prakteknya berada diantara wakaf uang muabbad dan sukuk negara. Untuk memperjelas hal ini, maka perlu kiranya memahami terlebih dahulu mekanisme esham yang dipraktikkan oleh Turki Usmani.

Menurut Prof Murat Cizakca, esham diterbitkan dengan mekanisme sebagai berikut:

Pertama, pemerintah menjadi penerbit esham dengan menjual bagian dari pendapatan negara, baik yang berasal dari pajak, penerimaan negara bukan pajak dan penerimaan lainnya, kepada individu warga negara maupun entitas lembaga, seperti perusahaan dan yayasan, sebagai investor esham.

Kedua, warga negara maupun entitas lembaga tersebut kemudian membeli esham dengan membayar sejumlah uang atau dana kepada pemerintah, yang kemudian masuk ke kas negara.

Ketiga, sebagai imbalan atas pembelian esham dan penyetoran dana tersebut, maka setiap pemegang esham akan menerima pembayaran anuitas. Pembayaran anuitas ini adalah pembayaran yang jumlahnya tetap dalam jangka waktu berkala yang dilakukan secara rutin.

Dalam hal ini, pemegang esham akan mendapatkan pembayaran yang diberikan oleh negara setiap tahun. Pembayaran ini bisa bersifat temporer, dalam jangka waktu tertentu misalnya selama 10 tahun, atau bisa juga bersifat selamanya.

Keempat, yang menjadi fitur khusus esham ini adalah tidak adanya utang pokok. Artinya, pemerintah tidak mengembalikan pokok dana kepada investor. Ini yang membedakan dengan utang konvensional maupun obligasi dan sukuk.

Ini karena filosofi esham lebih sebagai filosofi pemilik, yang esensinya memang rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi dan pemilik sah suatu negara. Bagi pemerintah, ini tidak menambah rasio utang mereka karena konsep esham pada dasarnya merupakan konsep yang mirip dengan ekuitas, namun pada level negara dan bukan perusahaan. Pembayaran anuitas yang diterima investor adalah seperti deviden pada saham perusahaan, yang dibagikan saat RUPS.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button