Fadli Zon: Demokrasi Makin Anjlok, Revisi UU ITE Harusnya Dari Dulu
“Yang pertama, UU ITE lebih banyak digunakan untuk menjerat kasus-kasus penghinaan dan ujaran kebencian, ketimbang kasus-kasus terkait transaksi elektronik dan teknologi informasi,” tutur Fadli.
Padahal, dia mengatakan bahwa UU ITE seharusnya mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik atau teknologi informasi secara umum.
“Mungkin karena cakupannya yang terlalu luas itu, yang mengatur hampir semua hal terkait dengan dunia siber, maka UU ITE kemudian menjadi semacam cyber law yang cakupannya terlalu luas,” ujar Fadli.
Dia mengatakan bahwa dalam praktiknya, UU ITE justru lebih banyak digunakan untuk kasus lain di luar transaksi elektronik.
“Melibatkan banyak sekali delik yang telah diatur oleh UU lain. Seperti penghinaan, pencemaran nama baik, ancaman kekerasan, penyadapan, ujaran kebencian, dan lain-lain,” ucap Fadli.
Kedua, dia mengatakan bahwa ujaran kebencian adalah konsep yang tidak memiliki definisi yang jelas, karena hal itu sesuai dengan interpretasi setiap orang.
“Sehingga orang kemudian cenderung menafsirkan konsep ini sesuka hati, sehingga delik ujaran kebencian seolah menjadi pasal karet,” kata Fadli.
Oleh karena itu, dia berharap UU ITE dapat segera direvisi, sehingga akan ada perbaikan dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.
“Mudah-mudahan ke depan, UU ITE ini segera direvisi, atau kemudian ada Perpu, dan kemudian kehidupan demokrasi kita ada suatu proses recovery,” tandas Fadli.
red: adhila