Fadli Zon: PPN Sembako Rencana Jahat dan Miskin Imajinasi
Jakarta (SI Online) – Ketua Umum DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon menilai, rencana Pemerintah (Kementrian Keuangan) untuk mengenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) bagi sembako (sembilan bahan pokok) dan jasa-jasa lain, termasuk pendidikan, melalui Revisi Undang-Undang Kelima Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), sangatlah jahat dan miskin imajinasi.
“Saya menganggap rencana itu jahat karena siapapun yang memiliki gagasan tersebut cukup jelas tidak memiliki empati dan sensitivitas terhadap kesulitan yang tengah dihadapi masyarakat,” ungkap Fadli dalam keterangannya, Selasa, 15 Juni 2021.
Selain jahat, kata Fadli, rencana itu juga miskin imajinasi, karena di tengah situasi krisis, Pemerintah mestinya berpikir dalam kerangka bagaimana menyelamatkan perekonomian, bukan hanya bagaimana menyelamatkan keuangan negara. Sebab kalau perekonomian selamat, maka keuangan negara juga selamat. Tetapi, hubungan tersebut tak berlaku sebaliknya.
Baca juga: Sri Mulyani: Kita Tidak Pungut PPN Sembako, tapiā¦..
“Kalau yang diselamatkan Pemerintah hanya keuangan negara, bisa-bisa perekonomian kita tambah nyungsep,” uangkap dia.
Fadli tidak asal menolak terkait rencana pengenaan PPN Sembako itu. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari sikap Anggota Komisi I DPR RI itu.
Pertama, alasan struktural. PDB (Produk Domestik Bruto) kita 57,66 persen ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Dan sepanjang tahun 2020, menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), konsumsi rumah tangga kita telah mengalami kontraksi hingga 2,63 persen. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi kita minus 2,07 persen, yang menjadi capaian terburuk sejak krisis 1998.
Kedua, alasan moral. Di satu sisi, Pemerintah akan memajaki kebutuhan pokok rakyat. Sementara, pada saat bersamaan, Pemerintah malah menggratiskan pajak bagi pembelian kendaraan roda empat. Ini logika kebijakan yang amoral.
Kita tahu, kata Fadli, relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM-DTP) bagi kendaraan roda empat kini malah diperpanjang, dan bukan hanya berlaku bagi kendaraan 1.500 cc, tapi juga hingga yang 2.500 cc. Bayangkan, ada 29 tipe kendaraan yang kini pajaknya tengah didiskon Pemerintah, sementara pada saat bersamaan Pemerintah merencanakan akan memajaki 9 bahan pokok kebutuhan hidup rakyat.
“Menurut saya, Pemerintah tak paham skala prioritas, sehingga logika kebijakannya kacau,” tegasnya.
Ketiga, alasan legal. Dari sejak UU No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, hingga diubah tiga kali menjadi UU No. 11/1994, UU No. 18/2000, dan UU No. 42/2009, bahan kebutuhan pokok selalu dikecualikan dari PPN. Bahkan, UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja juga mempertahankan perkecualian tersebut.
“Bagaimana ceritanya ketentuan Omnibus Law yang baru saja disahkan hendak diutak-atik lagi dalam pembahasan RUU KUP?,” tanya dia retoris.
red: shodiq ramadhan