MUDA

Fenomena AI dan Robotika: Apakah Kurikulum Pesantren Harus Direkonstruksi?

Menurut Al-Ghazali, secara garis besar, yang membedakan antara ilmu yang bersifat fardu ‘ain dan fardu kifayah adalah output atau manfaat dari ilmu tersebut.

Contohnya, ilmu kedokteran memiliki hukum fardu kifayah karena ilmu ini memiliki output yang berkorelasi dengan kesehatan jasmani manusia (hifdz an-nafs).

Namun, jika kita beralih pada ilmu syair Arab, kita tidak menemukan keterkaitannya dengan urusan kehidupan manusia secara langsung. Oleh karena itu, Al-Ghazali malah menghukumi ilmu ini dengan hukum mubah, bahkan hukum ini bisa berubah menjadi makruh dan haram jika terdapat unsur-unsur yang dilarang oleh syariat.

Sayangnya, di beberapa pesantren, ilmu syair Arab ini masih dijadikan kurikulum wajib bagi setiap santri, meskipun sudah jelas tidak memiliki hubungan langsung dengan urusan kehidupan maupun agama.

Mungkin ke depannya, agar pesantren bisa terus beradaptasi dan menjaga relevansinya dengan dinamika zaman, pesantren harus mengubah status mata pelajaran tertentu yang dianggap kurang relevan, dari yang awalnya kewajiban menjadi anjuran. Artinya, tidak ada paksaan bagi setiap santri untuk mempelajari fan ilmu tadi. Hanya jika ada yang berminat, maka pesantren memfasilitasinya.

Ilmu Formal dan Santri

Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Nabi Saw bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.”

Saya pernah membayangkan, jika penemu listrik, lampu, dan teknologi lainnya adalah seorang muslim, maka berapa banyak pahala jariyah yang akan mereka peroleh? Namun sayangnya, kebanyakan para penemu dan pengembang teknologi adalah non-muslim.

Ketika saya di pondok, saya menemukan sebuah paradoks yang menggelikan. Kebanyakan para santri anti terhadap ilmu-ilmu formal, seperti matematika, fisika, kimia, farmasi, dan sebagainya. Mereka berdalih bahwa ilmu-ilmu itu tidak bermanfaat dan tidak membuat mereka bisa masuk surga.

Namun, lampu yang menerangi mereka ketika di kelas, telepon yang memungkinkan mereka memohon doa restu kepada orang tua, dan obat-obatan yang membuat mereka bisa meminimalisir ketidakhadiran dari majelis ilmu, merupakan produk dari disiplin ilmu yang mereka anggap tidak bermanfaat.

Integrasi sebagai Kunci Kontribusi

Realitas perkembangan zaman telah membawa banyak dinamika perubahan pada tatanan kehidupan, termasuk dunia pendidikan pesantren.

Dahulu, pesantren adalah tempat di mana banyak persoalan kehidupan menemukan solusi dan jawaban. Kontribusi demi kontribusi disumbangkan pesantren kepada masyarakat umum, mulai dari membentuk karakter anak bangsa hingga perang dalam usaha memerdekakan bangsa.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button