Ferdinand Hutahaean Bisa Lepas, tapi Harus Jadi Orang Gila
Mantan politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, sedang menghadapi masalah serius. Dia dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan telah melakukan penodaan agama Islam.
Ferdinand sempat membuat klarifikasi. Dia lebih-kurang mengatakan cuitan “Allahmu lemah” itu tidak dimaksudkan untuk menyasar kelompok atau agama tertentu.
Tentu bisa-bisa saja Ferdinand mengelak. Sesuatu yang instinktif. Tetapi, orang tak percaya argumentasi politisi yang dijuluki “sempak merah” ini.
Mengelak itu normal. Semua orang akan melakukannya ketika terpojok. Dalam hal ini, akal sehat Ferdinand mencari jalan untuk keluar dari tuduhan penodaan agama itu.
Klarifikasi dari Ferdinand kelihatannya tak berdampak. Cuitan yang gegabah itu tidak ambiguitas. Jelas melecehkan agama Islam. Tidak perlu memanggil ahli bahasa untuk menyimpulkan bahwa kalimat-kalimat Ferdianand memang menghina agama.
Dan tidak tanggung-tanggung. Penghinaan itu ditujukan ke Tuhan. Bukan tentang ajaran agama. Bukan tentang sholat atau puasa, sebagai contoh. Dia langsung melecehkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Nah, bisakah Ferdinand lepas dari jeratan pelecehan atau penodaan agama setelah menyebut “Allahmu lemah, perlu dibela”? Tampaknya masih ada yang bisa dilakukannya untuk menggagalkan langkah hukum yang telah dilakukan oleh sejumlah pihak.
Caranya? Tidak sulit. Tetapi sangat hina. Ferdinand harus menjadi orang gila. Dia harus menghilangkan kewarasan akalnya agar tidak bisa disentuh hukum. Ini perlu dilakukannya secepat mungkin sebelum laporan polisi terhadap dia diproses.
Ferdinand harus berubah menjadi gila sungguhan. Tidak sekadar berpura-pura gila. Teknologi dan kepakaran para psikiater tidak mudah dikelabui.
Menjadi gila sungguhan tentu berat sekali. Ferdinand akan ketahuan pura-pura gila kalau cuma mondar-mandir di jalan-jalan Jakarta dengan hanya memakai sempak merah. Atau sambil menyandang tas plastik kumuh yang berisi barang-barang rongsokan.