Film: Alat Propaganda untuk Membendung Kebangkitan Islam
Di era modern, media film telah menjadi alat yang sangat efektif untuk mempengaruhi opini publik. Film tidak lagi sekadar hiburan, tetapi telah berkembang menjadi medium yang digunakan untuk menyisipkan ideologi, membentuk persepsi, dan bahkan melakukan propaganda.
Salah satu contoh yang tengah viral adalah film Korea The Phone Rings. Di akhir ceritanya, muncul plesetan nama “Paltima” dan “Izmael”, yang secara tersirat mencoba mengaburkan fakta sejarah dan memperkuat narasi palsu tentang Israel sebagai korban.
Fenomena ini mengingatkan kita bahwa dunia perfilman sering kali digunakan sebagai alat untuk menyampaikan agenda tertentu. Dalam konteks global, Barat dan sekutunya telah lama memanfaatkan film sebagai medium propaganda untuk menyerang Islam dan membendung kebangkitannya.
Film sebagai Senjata Ideologi
Sejak lama Barat telah menggunakan film untuk membangun narasi tertentu tentang Islam. Di berbagai film Hollywood, umat Islam sering digambarkan sebagai teroris, fanatik, atau pelaku kekerasan. Narasi ini tidak hanya menciptakan Islamofobia tetapi juga berusaha membangun legitimasi untuk mendukung agenda politik mereka di negara-negara Muslim.
Kini, kita melihat bahwa propaganda semacam ini tidak hanya berasal dari Hollywood, tetapi juga menyusup ke industri perfilman Asia, seperti Korea. Popularitas budaya Korea melalui gelombang Hallyu menjadi kendaraan efektif untuk menyisipkan narasi pro-Barat.
Film The Phone Rings adalah salah satu contohnya, di mana nama “Paltima” dan “Izmael” digunakan secara simbolis untuk mendukung klaim palsu Israel sebagai pihak yang tertindas. Ini adalah cara halus untuk memutarbalikkan fakta sejarah dan menyebarkan simpati kepada entitas Zionis yang nyata-nyata menjadi pelaku penjajahan dan penindasan.
Propaganda dalam Film, Halus tapi Berbahaya
Ada beberapa pola yang sering digunakan dalam propaganda melalui film:
1. Distorsi Fakta Sejarah
Narasi sejarah sering kali diputarbalikkan untuk mendukung agenda tertentu. Nama-nama yang digunakan dalam The Phone Rings adalah contoh nyata bagaimana fakta sejarah tentang Palestina dan Bani Israil diubah untuk menciptakan simpati terhadap Israel.
2. Penggambaran Umat Islam secara Negatif
Umat Islam sering digambarkan sebagai pihak yang biadab, tertinggal, atau menjadi ancaman global. Ini menciptakan stereotip negatif yang mengakar di benak masyarakat global.
3. Penyisipan Nilai-Nilai Sekularisme dan Liberalisme
Film juga digunakan untuk menyisipkan nilai-nilai liberal yang bertentangan dengan Islam, seperti kebebasan tanpa batas, individualisme ekstrem, dan penolakan terhadap otoritas agama.
4. Normalisasi Kezaliman
Dengan menyisipkan narasi bahwa pihak penjajah (seperti Israel) adalah korban, film berusaha menormalkan kezaliman yang dilakukan terhadap umat Islam.