Fitnah Berkelanjutan
Melalui Cokro TV, Grace Natalie berkomentar bahwa pengeroyok Ade Armando adalah relawan Anies Baswedan. Analisa hanya berdasarkan percakapan relawan Anies Apik 4 yang tidak jelas apa dan siapa grup relawan ini. Lebih jauh Grace mengaitkan dengan FPI dan HTI. Narasi tendensius dengan menyebut organisasi terlarang segala. Ngoceh dangkal tanpa fakta dan dasar hukum.
Arah pada kelompok radikal agama selalu menjadi target. Fitnah dibangun masif dengan alasan ada takbir atau mungkin atribut lain padahal penyusup kriminal yang menjadi spesialis kerusuhan sudah terlatih dan mahir dalam mencatut atribut. Perhatikan profil para pengeroyok yang viral di media itu mereka “berwajah” komunitas non agama untuk tidak menyebut preman. Bukankah di arena sudah bertebaran sejak dini kelompok-kelompok yang diduga “pasukan” penyusup?
Wakil Ketua MPR dari PDIP Ahmad Basarah mengaitkan pengeroyokan Ade Armando dengan Islam. “Jika mau jujur mereka yang terlibat adu argumen dengan Ade Armando adalah tipe kelompok Islam berpikiran pendek itu”. Lebih lanjut Basarah menyatakan “Adalah kelompok tertentu dalam sejarah Islam yang kerap menggunakan ideologi kekerasan atas nama agama”.
Fitnah terarah seperti ini seperti desain dalam kasus pemukulan Ade Armando. Pelaku siapa lalu yang dituduh siapa pula. Sementara pihak Kepolisian baru menangkap dua pelaku dari enam yang diduga. Belum ada pengumuman siapa mereka itu. Tentu banyak kemungkinan atas skenario ini, termasuk kepentingan internal Istana sendiri. Adanya keterlibatan mantan staf kepresidenan anak buah Moeldoko juga patut untuk mendapat perhatian.
Sebelumnya aksi mahasiswa 11 April 2022 di depan gedung DPR/MPR ini juga memunculkan tuduhan yang berbau fitnah bahwa aksi didalangi oleh tokoh-tokoh seperti Gatot Nurmantyo (Presidium KAMI), Jumhur Hidayat (Ketua KSPSI) dan LaNyalla Mattalitti (Ketua DPD RI). Tentu saja tuduhan seperti ini dibantah dan dianggap mengada-ada.
Semua pihak berharap kasus pengeroyokan yang nyaris menewaskan dosen UI putra mantan pejabat dan diplomat di masa Soekarno ini segera terkuak secara jujur, adil dan terbuka. Tidak ragu jika ada, untuk mengumumkan kepada publik akan keberadaan kelompok spesialis perusuh dalam setiap aksi unjuk rasa. Keberadaannya sangat merusak demokrasi dan gudang dari fitnah yang berkelanjutan (continuous slander).
Apalagi ujungnya secara tendensius selalu dihubung-hubungkan dengan agama Islam. Islamophobia yang terus dipelihara. Ungkapan tokoh PDIP Ahmad Basarah menunjukkan hal ini “biasanya mereka cenderung menganggap semua lawan politik bersalah dan harus dibunuh atas nama Allah”.
Urusan Ade Armando ini kompleks, bukan hanya soal seringnya umat Islam disakiti oleh ulah dosen yang kemarin babak belur dan ditelanjangi itu, tetapi juga kehadiran yang aneh di arena demo mahasiswa yang mengkritik Pemerintah, padahal ia sendiri adalah tokoh yang seratus satu persen pro kepada Pemerintah.
Jika kini Ade Armando “mendukung” penolakan masa jabatan Presiden untuk tiga periode, maka siapa yang dipastikan tersinggung dengan dukungan itu? Apa yang akan dilakukan oleh penguasa yang tersinggung dan merasa dikhianati oleh sikapnya?
Fenomena Ade Armando sang Tersangka kasus pidana 2017 ini memang masih harus terus didalami dan ditelanjangi. Demi kemashlahatan dan keselamatan negeri.
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Bandung, 14 April 2022